Jenderal Moeldoko: Panglima di Akhir Masa SBY, di Awal Masa Jokowi – indhie.com

Jenderal Moeldoko: Panglima di Akhir Masa SBY, di Awal Masa Jokowi

Moeldoko sewaktu masih berpangkat Letnan Jenderal bersama Presiden SBY pada saat fit & proper test Kepala Staf Angkatan Darat di Senin, 20 Mei 2013. [foto: Abror/Rumah Tangga Kepresidenan/liputan6.com]

MOELDOKO. Nama Jenderal TNI (Purn.) Dr H Moeldoko SIP berhembus kencang di awal Februari 2021. Namanya tersebut-sebut dalam pusaran dinamika politik Partai Demokrat. Terbetik pula kata “kudeta” yang menjadi isu pada partai yang didirikan Jenderal TNI (Purn.) Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Kata “kudeta” itu sempat menjadi trending topic di medsos, berbarengan dengan kudeta militer di Myanmar pada awal bulan ini.

* * *

Moeldoko adalah jenderal yang hingga kini bintangnya masih benderang. Posisinya strategis. Dia adalah Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) di masa pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Moeldoko menggantikan Teten Masduki, diangkat sejak 17 Januari 2018 hingga saat ini. Dengan demikian, Moeldoko menjalani dua periode pemerintahan Jokowi.

Moeldoko adalah penerima Bintang Adhi Makayasa sebagai lulusan terbaik Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri, sekarang Akademi Militer) pada 1981. Karir militernya mencapai puncak. Di matra TNI Angkatan Darat, Moeldoko menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) pada 20 Mei 2013-30 Agustus 2013. Lalu, dia berhasil menduduki pucuk pimpinan militer sebagai Panglima TNI pada 30 Agustus 2013 hingga 8 Juli 2015.

Itu artinya, sebagai Panglima, Moeldoko memimpin militer Indonesia menjelang akhir masa Presiden SBY hingga di masa awal Presiden Jokowi. Setelah dua tahun menjabat Panglima, pada Juli 2015, Moeldoko diganti oleh Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. Moeldoko pun pensiun.

Moeldoko (kiri) sewaktu masih berpangkat Letnan Jenderal bersama Presiden SBY pada saat fit & proper test Kepala Staf Angkatan Darat di Senin, 20 Mei 2013. [foto: Abror/Rumah Tangga Kepresidenan/liputan6]


Karir militer Moeldoko dimulai sejak Danton Yonif Linud 700/BS Kodam XIV/Hasanuddin (1981), Danki A Yonif Linud 700/BS Kodam XIV/Hasanuddin (1983), Kasi Operasi Yonif Linud 700/BS Kodam VII/Wirabuana, Perwira Operasi Kodim 1408/BS Makassar, Wakil Komandan Yonif 202/Tajimalela, dan Kasi Teritorial Brigif-1 PAM IK/JS.

Moeldoko kemudian mengikuti Sekolah Staf dan Komandan Angkatan Darat (Seskoad). Sekolah yang didirikan pada 1951 ini bertujuan untuk mendidik para perwira menengah TNI AD yang nantinya akan menduduki jabatan staf umum dan komando satuan operasional tingkat komando, dan tingkat resimen tim pertempuran ke bagian atas lebih tinggi lagi. Seperti dulu di Akabri, Moedoko terpilih menjadi lulusan terbaik Seskoad pada 1995.

Karirnya makin melesat. Dia menjadi Komandan Yonif 201/Jaya Yudha (1995), Komandan Kodim 0501/Jakarta Pusat (1996), Sespri Wakasad (1998), Pabandya-3 Ops PB-IV/Sopsad, Komandan Brigif-1/Jaya Sakti (1999), Asops Kasdam VI/Tanjungpura, Dirbindiklat Pussenif, Komandan Rindam VI/Tanjungpura (2005), Komandan Korem 141/Toddopuli Watampone (2006), Pa Ahli Kasad Bidang Ekonomi (2007), Direktur Doktrin Kodiklat TNI AD (2008), dan Kasdam Jaya (2008). Setelah menjadi Kasdam Jaya, Moeldoko ditarik ke Kostrad sebagai Panglima Divisi Infanteri 1/Kostrad (2010).

Jenderal TNI Moeldoko saat menjadi Panglima TNI bersama Presiden Jokowi di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta, pada Kamis, 16 April 2015. [Foto: M Agung Rajasa/antara/net]
Dari Pangdiv 1 Kostrad itu, dia bertugas sebagai panglima teritorial. Dia menjadi Pangdam XII/Tanjungpura (2010) dan Pangdam III/Siliwangi (2010-2011), sebuah kodam yang sangat strategis. Lalu, dia menjadi Wakil Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (2011), Wakil Kasad (2013), Kasad (2013), dan Panglima TNI (2013-2015).

Pascapensiun di 2015, Moeldoko baru nampak lagi aktif di politik praktis setelah dia memutuskan masuk Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pada Desember 2016. Dia berposisi sebagai wakil Ketua Dewan Pembina Hanura. Tapi itu tak lama. Setelah diangkat Jokowi sebagai Kepala KSP pada 2018, Moeldoko pun mengungkapkan ke publik kalau dia akan mundur dari Hanura.

Setelah itu, nama Moeldoko lebih banyak tersiar ke publik dalam kapasitasnya di ring satu Kepresidenan RI. Tak keliru bila dia kerap dijuluki sebagai “orang Istana”. (*)