Mongol mengepung Baghdad pada Januari 1258. Pengepungan itu hanya berlangsung dua minggu saja. Sejarahwan mencatat kejadian itu antara tanggal 29 Januari-10 Februari 1258. Walau Baghdad telah menyerah, namun baru pada 13 Februari 1258, Hulagu dan pasukannya memasuki tembok Kota Baghdad. Sebelumnya, Al-Mu’tasim mencoba bernegosiasi. Sebanyak 3.000 bangsawan di Baghdad mendatangi Hulagu, tapi ditolak dan dibunuh oleh Mongol.
Tentara Mongol memasuki Baghdad dengan melakukan penjarahan dan penghancuran selama seminggu penuh. Bayt al-Hikmah dan seluruh perpustakaan yang ada di Baghdad dihancurkan oleh dihancurkan oleh tentara Hulagu Khan, adik kandung Kubilai Khan, Kaisar Mongol. Hulagu sangat dekat dengan kalangan Kristen. Hulagu lahir dari seorang perempuan beragama Kristen, Sorghaghtani Beki. Istrinya, Doquz Khatun, dan jenderal kepercayaannya, Kitbuqa, juga beragama Kristen.
Akibat penyerangan Mongol ini, sungguh mengiris. Buku-buku dari perpustakaan Baghdad dibuang ke Sungai Tigris dalam jumlah yang terhitung sehingga meyebabkan warna sungai berubah menjadi hitam akibat tinta dari buku-buku tersebut. George Saliba, Profesor Bahasa Arab dan Sains Islam dari New York University, dalam bukunya Islamic Science and the Making of the European Renaissance, menuliskan, kalau cendekiawan Islam terkemuka, Nasir al-Din al-Tusi (1201-1274) yang hidup di masa itu, sempat menyelamatkan sekitar 400.000 naskah dan dibawa Maragheh (sekarang di Provinsi Azerbaijan Timur, kawasan Iran) sebelum pengepungan.
Tak cuma itu. Sejarahwan memerhitungkan jumlah mereka yang tewas antara 200.000 hingga sejuta orang. Namun, Dokuz Khatun berhasil membujuk Hulagu untuk mengampuni nyawa penduduk Kristen di Baghdad. Richard Foltz, sejarahwan Kanada dengan spesialisasi Iran dan sejarah agama-agama khususnya Islam, dalam bukunya Religions of the Silk Road (2010) menulis, Hulagu menawarkan istana kerajaan pada Mar Makikha, seorang pemimpin Katolik Nestorian, dan memerintahkan pembangunan sebuah Katedral untuknya di Baghdad.
Seluruh masjid, istana, perpustakaan, rumah sakit dan bangunan-bangunan lainnya dibakar dan rata dengan tanah. Sejarahwan asal Maroko, Abdullah Wassaf (1299-1323), seperti dikutip David Morgan, profesor sejarah dari University of Wisconsis, menuliskan bagaimana kelakuan tentara Mongol waktu itu dalam bukunya The Mongols (1990).
“Mereka menyapu kota seperti elang lapar menyerang penerbangan merpati, atau seperti serigala yang mengamuk menyerang domba, dengan tidak terkendali dan wajah tak tahu malu, membunuh dan menyebarkan teror … tidur dan bantal yang terbuat dari emas dan bertatahkan permata dipotong-potong dengan pisau dan tercabik-cabik. Mereka yang bersembunyi di balik cadar dari Harem diseret … melalui jalan-jalan dan gang-gang, masing-masing dari mereka menjadi mainan… penduduk tewas di tangan penjajah. “
Khalifah Al-Musta’sim Billah ditahan bersama harta-hartanya namun tidak diberi makan apapun oleh Hulagu. Namun, sejarawan lain menyebutkan, Al-Mu’tashim wafat mengenaskan; Hulagu menggulung tubuh Mu’tashim dengan karpet dan kemudian kuda tentara Mongol menginjak-injaknya. Salah satu kepercayaan Mongol memang menyebutkan kalau bumi tidak mau menerima darah kerajaan. Seluruh anak Musta’sim dibunuh dan hanya disisakan seorang. Sejarahwan Mongolia mencatat, anak itu dibawa ke Mongolia, menikah dan punya anak, namun tidak memiliki akses apapun terhadap dunia Islam.
Mu’tasiim dicatat wafat pada 20 Februari 1242. Kematiannya menandai habisnya era Dinasti Abbasiah. Sejak saat itu, Baghdad ditinggalkan, kosong melompong, hancur dan menjadi kota tak bertuan selama berabad-abad. Bayt al-Hikmah pun tinggal puing sejarah. (*)
penulis: nirwansyah putra
sumber: illustratedcuriosity, wikipedia, dan sumber-sumber lain
Tulisan ini terdiri dari tiga artikel yaitu: Bayt al-Hikmah, Cahaya Peradaban Dunia; Bayt al-Hikmah: Terjemah, Revisi, Lalu Inovasi; dan Bayt al-Hikmah Baghdad pun Hancur…
2 thoughts on “Bayt al-Hikmah di Baghdad pun Hancur…”