KAIRO | Presiden Indonesia, Prabowo Subianto bertemu Presiden Mesir, Abdul Fattah El-Sisi, di Istana Kepresidenan Al-Ittihadiya, Kairo, pada Rabu (18/12/204). Ini merupakan kunjungan pertama Presiden Indonesia ke Mesir setelah yang terakhir dilakukan pada 2013 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Persahabatan Indonesia dan Mesir sudah berjalin sebelum Indonesia merdeka. Banyak orang-orang Indonesia yang bersekolah ke Timur Tengah, sebagiannya terutama ke Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Nama-nama seperti Syekh Mohammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha dengan Tafsir Al-Manar-nya, sudah melekat di Indonesia. Pada 1926 Universitas Al-Azhar pernah menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa kepada dua orang ulama Sumatera Barat, Syekh Haji Abdul Karim Amrullah dan Haji Abdullah Ahmad. Lalu kepada K.H. Idham Chalid (1957) dan Hamka (1959).
Selain belajar ilmu keislaman di Timur Tengah, para pelajar dan mahasiswa Indonesia, terutama aktivis Islam, juga menjadi bagian gerakan aktivisme internasional untuk kemerdekaan negara-negara Asia Afrika. Selain di Timur Tengah, para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang berada di benua Eropa, juga berjuang serupa. Karena itu, ketika Indonesia menyatakan kemerdekaan di 17 Agustus 1945,
Bagaimana cerita Mesir mengakui pertama kemerdekaan Indonesia?
Setahun setelah Indonesia merdeka 1945, pemuda dan mahasiswa Indonesia di Mesir sempat demonstrasi di depan Kedutaan Besar Belanda di Kairo pada 1946. Aksi mereka juga didukung oleh organisasi Islam di Mesir, Ikhwanul Muslimin. Setelah itu, pada 22 Maret 1946, Sekretaris Jenderal Keamanan Mesir, Kamil Abdurahim Bey, memanggil perwakilan Indonesia di Mesir. Dikatakan kepada Kamil, Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan dari Belanda. Mesir pun kemudian mengakui secara “de facto” kemerdekaan Indonesia.
Mesir bersama para diplomat serta pemuda/pelajar/mahasiswa Indonesia lalu menggalang dukungan dari Liga Arab. Mesir meyakinkan Suriah, Irak, Lebanon, Qatar, Yaman, Afghanistan, dan Arab Saudi. Hasilnya, Dewan Liga Arab pada 18 November 1946 menganjurkan kepada semua negara anggotanya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Pengakuan resmi Mesir atas Indonesia terjadi ketika Konsul Jenderal Mesir Muhammad Abdul Mu’im datang ke Yogyakarta tanggal 13 Maret-16 Maret 1947. Tujuan dari kedatangan Abdul Mu’im sendiri adalah untuk menyampaikan pesan dari Liga Arab yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Mesir mengakui kemerdekaan Indonesia secara resmi pada 22 Maret 1947. Pada 10 April 1947, delegasi Indonesia membawa misi diplomatik ke Mesir yaitu Haji Agus Salim (Menteri Muda Luar Negeri), A.R. Baswedan (Menteri Muda Penerangan), Mr. Mohammad Nazir Datuk Pamoentjak, dan M. Rasjidi (Prof. Dr. H. M. Rasjidi).
Sekitar dua bulan setelahnya, pada tanggal 10 Juni 1947, terjadi penandatanganan perjanjian persahabatan antara Indonesia dengan Mesir. Dari pihak Indonesia, H Agus Salim dan Perdana Menteri Mesir waktu itu, Mahmud Fahmi al-Nuqrashi. Ini merupakan pengakuan “de jure” yang pertama untuk Indonesia. Perjanjian persahabatan ini diikuti dengan didirkannya Kedutaan RI pertama di luar negeri di Kairo, Mesir.
Pengakuan Mesir diikuti negara Arab lainnya, seperti Kerajaan Saudi Arabia, yang diserahkan langsung oleh Raja Abdul Aziz Al Su’ud ke wakil Indonesia, M. Rasjidi di Istana Raja di Riyadh pada 24 November 1947. Lalu, mengikuti negara Arab lain seperti Suriah, Yordania, Irak, Lebanon, Yaman, dan Afghanistan.
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat (KNP) (semacam DPR sekarang) menghasilkan undang-undang terkait Mesir pada 1948 yaitu Undang-undang No. 2 Tahun 1948 tentang Perdjandjian Persahabatan dengan Keradjaan Mesir yang isinya mengandung pengakuan Negara Republik Indonesia de facto dan de jure, Sampai Desember 1949 hanya negara-negara Arab yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto dan de jure.
Pada November 1956, Indonesia memererat hubungannya dengan Mesir ketika DPR menyetujui Resolusi Pernyataan Adhesi Terhadap Tindakan Pemerintah Mesir dalam Menasionalisasikan Terusan Suez dan resolusi yang berisi jang berisi celaan atas agresi Israel, Inggeris dan Perancis terhadap Mesir yang telah menasionalisasikan Terusan Suez. Pada 1957, disahkan Undang-undang No. 70 tahun 1957 tentang Persetudjuan Kebudajaan antara Negara Republik Indonesia dan Republik Mesir.
Setelah itu, Indonesia terus memererat hubungannya dengan Mesir. Pada 18 Desember 2024, Presiden Indonesia, Prabowo Subianto mengunjungi Mesir. Prabowo bertemu dengan Presiden Mesir, Abdul Fattah El-Sisi, di Istana Kepresidenan Al-Ittihadiya, Kairo. Ini merupakan kunjungan pertama Presiden Indonesia ke Mesir setelah yang terakhir dilakukan pada 2013 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Selain pertemuan bilateral dengan Fattah Al-Sisi, Presiden juga bertemu dengan Syaikh Besar Universitas Al Azhar, Dr Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyib. (*)
laporan: ena indhie