MEDAN | Ratusan masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Himpunan Penggarap/Pengusahaan Lahan Kosong Negara (KHPPLKN) mendemo kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) di Jalan Pangeran Diponegoro Nomor 30, Kecamatan Medan Polonia, Senin (26/8/2019).
Kedatangan massa yang didominasi kaum lansia itu untuk menuntut keadilan atas dugaan penguasaan tanah Eks HGU PTPN II di Desa Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang seluas 106 hektare oleh pihak yang belum memiliki alas hak hukum.
“Adanya rencana pemagaran dari pihak PB Al Washliyah, mereka memagar pada hari Senin (19/8/2019) itu. Jadi kami sudah menyampaikan ke DPRD Sumatera Utara sudah mengeluarkan surat rekomendasi penghentian. Objek lahan itu adalah lahan Eks HGU PTPN II berstatus tanah negara,” kata Koordinator Aksi, Syaifal Bahry di sela berlangsungnya demonstrasi.
Lebih lanjut, Syaifal menjelaskan, berdasarkan Surat Keterangan (SK) Nomor 42 tahun 2002 yang ditertibkan oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) Sumatera Utara di era rezim Gubernur Tengku Rizal Nurdin itu, tanah dengan luas 106 hektare ini akan dikuasai oleh PB Al Washliyah sebanyak 32 hektare, juga di tanah 74 hektare telah berdiri bangunan mewah yang dikembangkan oleh PT Agung Cemara Reality (ACR).
“Tanah negara pada setiap republik, yang berwenang adalah gubernur sesuai yang diatur dalam SK 42 Tahun 2002 oleh Badan Pertanahan Nasional. Fungsi gubernur di sini adalah pengaturan, pemanfaatan dan peredistribusian itu ada pada gubenur,” jelasnya.
Pihaknya yang saat ini bermukim di tanah yang seluas 32 hektare itu, tak henti-henti meminta untuk bertemu dengan Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) Edy Rahmayadi guna mengadukan nasib mereka. Sebab menurut mereka, atas putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor: 1331.K/PID.SUS/2019 pihaknya merasa diperlakukan tidak adil di mata hukum.
“Kami berharap kepada gubernur supaya dengan adanya putusan Mahkamah Agung Nomor 1331 tentang Perkara Pidana Korupsi, yang menyerahkan tanah kepada mereka dari pihak Mahkamah Agung. Padahal tanah itu tanah negara yang seharusnya perkara pidana korupsi itu kembali kepada negara. Ini kenapa diberikan kepada PB Al-Washliyah dan PT ACR. Karena itulah mereka mau memagar,” ungkap Saifal.
Dalam surat keterangan atas tanah itu, menurut Syaifal, jelas termaktub bahwa gubernur memiliki hak penuh atas distribusi tanah. Namun belum lagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mendistribusikannya, PT ACR telah menggarap tanah itu terlebih dahulu.
“Dalam SK 42 menerangkan bahwa tanah itu dalam wewenang gubernur, hak gubernur, jadi belum ada keputusan gubernur mengenai tanah itu, belum ada pendistribusian tanah itu kepada pihak mana pun. Jadi ada pihak yang melompat duluan ini,” ujarnya.
Syaifal menegaskan, apa yang telah dilakukan PB Al Washliyah, terlebih lagi oleh PT ACR merupakan suatu upaya kotor penggarapan tanah secara paksa dengan memanfaatkan instrumen hukum sebagai alas hak.
“Jadi ini ada upaya-upaya mafia tanah menggunakan keputusan pengadilan sebagai alat mereka untuk merampok tanah negara itu,” tegasnya.
Sebelumnya, selain PB Al Washliyah memagari 32 hektare tanah itu pada Jumat (23/8/2019) lalu, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Deli Serdang telah mengeksekusi lahan itu. Untuk itu mereka berharap dan meminta keringanan hati Gubernur Sumatera Utara agar melakukan upaya hukum untuk melawan keputusan MA, agar tanah dikembalikan kepada masyarakat.
“Jadi kita minta itu kepada gubernur supaya dihentikan, sebagaimana perintah dari DPRD Sumatera Utara, dan kalau bisa gubernur melakukan suatu perlawanan hukum terhadap putusan Mahkamah Agung itu. Saya kira perbuatan yang dilakukan PB Al-Wasliyah itu suatu perbuatan melawan hukum,” pintanya kepada Gubernur Sumatera Utara.
Sementara itu, pantauan di lokasi, demonstrasi yang berlangsung dari pukul 10.00 WIB-15.00 WIB itu tidak diwarnai aksi kekerasan apapun.
Akan tetapi, memasuki siang hari tepatnya usai waktu sholat dzuhur, massa aksi berusaha masuk ke kantor Gubernur Sumatera Utara. Mereka secara beramai-ramai memaksa masuk melalui gerbang utama kantor Gubernur Sumatera Utara. Namun usaha mereka dihalangi petugas Satpol PP Sumut dan Kepolisian yang berjaga.
Komando aksi pun langsung menenangkan massa aksi dengan membujuk. “Tenang, tenang, tenang. Hargai saya. Kita datang ke sini dengan damai,” kata yang mengenakan kemeja batik merah menggunakan pengeras suara.
Orator berbicara dengan lantang, menegaskan niat mereka kepada para penertib aksi yang bersiaga di seputaran Kantor Gubernur Sumatera Utara.
“Kami di sini mau jumpa pak gubernur. Apa dia ada di dalam? Jadi kami tunggu pak gubernur sampai malam. Kawan-kawan siap menunggu pak gubernur,” kata seorang orator disambut teriakan ‘siap’ oleh ratusan massa aksi. (*)
Laporan: Bolang