DELISERDANG | Realisasi proyek Kota Deli Megapolitan Helvetia akan segera dimulai setelah pembersihan lahan selesai dilaksanakan pada Kamis 25 November 2021.
Kuasa Hukum PT Perkebunan Nusantara II, atau PTPN2, Sastra SH, didampingi Humas PT NDP, anak perusahaan PTPN2, Sutan Panjaitan, mengatakan pembersihan lahan yang menjadi lokasi pembangunan Kota Deli Megapolitan Helvetia telah rampung seiring selesainya pembongkaran empat bangunan rumah yang sebelumnya masih tersisa.
Pembongkaran terhadap empat rumah ini sudah melalui proses panjang yang memakan waktu hingga satu tahun. PTPN2 sudah menjalin negosiasi berulang kali dan surat peringatan terakhir sudah disampaikan kepada para penghuni.
Para penghuni sebelumnya pun sudah pernah diundang Polres Pelabuhan Belawan sebanyak tiga kali untuk menjembatani komunikasi. Namun para penghuni tidak hadir, sementara manajemen PTPN2 dan Instansi pemerintah, termasuk Satpol PP, Polri, Polri dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) selalu hadir dalam pertemuan-pertemuan tersebut.
Atas ketidakhadiran mereka, PTPN menilai para penghuni tidak ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik. Pada sisi lain, PTPN2 terdesak oleh waktu dan tidak ingin dinilai tidak konsisten dalam melaksanakan pekerjaan.
Manajemen PTPN2 juga dituntut oleh para pemegang saham perusahaan untuk merealisasikan pembangunan lahan. Sulit bagi manajemen untuk terus menunda pekerjaan akibat penolakan mereka karena proyek ini sudah melaksanakan peletakan batu pertama sejak 9 Maret 2021.
Apalagi ketika itu peletakan batu pertama dilakukan langsung para kepala daerah, yakni Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan Bupati Deliserdang Ashari Tambunan. Peletakan batu pertama juga dihadiri Direktur Holding PTPN dan pimpinan Ciputra Group.
Manajemen akan disalahkan dan dianggap tidak serius melaksanakan pekerjaan. Dan pembersihan lahan menjadi salah satu ujud keseriusan manajemen melaksanakan pekerjaannya.
Karena itu pada Kamis 25 November 2021 PTPN2 melakukan pembersihan lahan dengan upaya paksa kepada terhadap para penghuni dari empat rumah yang masih berdiri di atas lahan. Upaya ini dilaksanakan dengan terlebih dahulu mengimbau para penghuni untuk mengosongkan sendiri rumahnya, pada sekitar pukul 08.00 WIB. Langkah persuasif ini pun sudah dilakukan beberapa kali.
Namun sampai pukul 09.00 WIB, para penghuni tiga dari empat rumah yang menjadi sasaran upaya paksa tidak juga merespon imbauan. Hingga pada pukul 09.00 WIB diputuskan untuk mengosongkan dan membongkar paksa keempat rumah.
Dalam kebijakan upaya paksa ini PTPN2 sudah menyiapkan rumah-rumah sewa untuk mereka tempati. PTPN2 pun menanggung biaya sewa rumah-rumah tersebut selama satu tahun sebagai bentuk bantuan. Barang-barang yang dikeluarkan dari rumah diangkut dan diantar ke rumah-rumah sewa tersebut tanpa pembebanan biaya kepada para penghuni.
Sebelum upaya paksa ini, terdapat 24 rumah yang berdiri di atas lahan. Para penghuni dari 20 rumah tersebut sudah bersedia mengosongkan rumah dan pindah. Namun para penghuni dari empat rumah tersebut masih tetap berkukuh sampai hari ini sehingga dilakukan upaya paksa.
Mereka ingin memiliki lahan ini dan hal itu tidak dapat diakomodir karena ini merupakan lahan perusahaan. Lahan ini masih menjadi bagian dari lahan HGU aktif PTPN2 dengan nomor sertifikat 111. “Bukan eks HGU yang selalu disebut-sebut pihak-pihak lain itu. Saya pastikan bahwa ini adalah lahan HGU aktif PTPN2 dan ini (rumah yang dibongkar) merupakan rumah dinas PTPN2,” kata Sastra.
Dia mewakili PTPN2 berterima kasih kepada masyarakat luas, khususnya warga sekitar, tokoh masyarakat dan para pemangku kewenangan lain seperti pemerintah daerah, Polri dan TNI, yang mendukung rencana pembangunan lahan ini. Dia yakin dukungan itu diberikan karena pembangunan lahan ini akan membuka lapangan kerja dan akan ikut mendorong perekonomian daerah, khususnya kawasan sekitar. “Proyek ini akan menyerap tenaga kerja hingga ribuan orang,” ungkapnya.
Pembangunan lahan ini juga sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo kepada BUMN untuk merealisasikan investasi. Terutama di masa pandemi ini, pembukaan lapangan kerja akan ikut meringankan beban ekonomi masyarakat.
Dia pun optimistis realisasi proyek Kota Deli Megapolitan yang dimulai dari kawasan Helvetia ini akan menggairahkan perekonomian kawasan sekitarnya. Bagi pemda, realisasi proyek ini juga akan menyumbang pendapatan daerah dari sektor pajak dan sebagainya.
Tali Asih Capai Rp100 juta
Sastra selanjutnya mengutarakan, dalam pengosongan lahan ini PTPN2 menyiapkan pemberian uang tali asih yang cukup besar. Ditambah lagi pemberian Santunan Hari Tua (SHT) sesuai dengan hak-hak para penghuni asli dari rumah-rumah tersebut yang merupakan pensiunan karyawan PTPN2.
Dia memastikan manajemen PTPN2 sudah menawarkan mereka uang tali asih, tetapi ditolak. Uang tali asih yang ditawarkan mencapai Rp100 juta per keluarga.
Bantuan itu merupakan uang tali asih dengan jumlah yang termasuk besar yang bisa diberikan perusahaan BUMN di Indonesia. Meski bukan menjadi kewajiban perusahaan, tetapi tali asih sebesar itu sekaligus menjadi bentuk penghargaan dan bantuan kepada para pensiunan atau keluarganya yang menghuni keempat rumah tersebut. Tali asih tersebut merupakan kerelaan atas dasar kemanusiaan yang diberikan manajemen PTPN2. “Tetapi mereka tetap ngotot ingin menguasai lahan ini,” imbuhnya.
Sastra tidak mengetahui jelas tujuan ekonomi lain dari keberkukuhan mereka ingin menguasai lahan tersebut. Dalam rapat dengar pendapat yang pernah digelar DPRD Deliserdang, mereka sempat menyatakan ingin menguasai lahan ini.
Dan keinginan itu , dia tegaskan, tidak dapat terwujud karena lahan itu berada di lahan HGU aktif PTPN2. Mereka tidak memiliki jalan legal lain untuk dapat menguasai lahan itu.
Meski bangunan saat ini sudah dibongkar, Sastra berharap manajemen PTPN2 masih membuka diri karena mereka pernah menjadi bagian dari perusahaan. (*)
Laporan: Hendra