MEDAN | Kantor Berita Iran, IRNA, membuka tulisan mengenai wafatnya Ismail Haniyah dengan puisi. Mereka menulis, di menit-menit terakhir pertemuan Ismail Haniyah dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei bulan lalu, Haniyah membacakan puisi dari seorang penyair terkenal Arab: “Jika seorang pria hebat absen, pria hebat lainnya akan bangkit”.
Benar. Setelah Haniyah wafat, maka Hamas kemudian menunjuk Yahya Sinwar untuk menggantikan Haniyah. Siapa Yahya Sinwar?
Yahya Ibrahim Hassan Sinwar dikenal dengan julukan Abu Ibrahim. Yahya lahir pada 29 Oktober 1962 di sebuah kamp pengungsi di kota Khan Yunis di Jalur Gaza, Palestina. Orang tua Yahya mengungsi dari rumah mereka di Al-Majdal Asqalan (Ashkelon) selama perang Arab dan Israel 1948.
Yahya dikenal sebagai penghafal Al-Quran (hafiz). Lulus dari Sekolah Menengah Putra Khan Yunis dan melanjutkan ke Universitas Islam Gaza belajar bahasa dan sastra Arab. Sebagai mahasiswa, aktivitasnya kian tinggi dan tajam.
Yahya pertama kali ditangkap pada 1982 karena tuduhan subversif. Dia ditahan beberapa bulan di penjara Far’a. Di sana dia bertemu dengan aktivis Palestina lainnya. Hidupnya kemudian diabdikan untuk perjuangan Palestina. Bebas dari tahanan, Yahya ditangkap lagi pada 1985. Setelah kembali bebas, Yahya bersama Rawhi Mushtaha ikut mendirikan Munazzamat al Jihad w’al-Dawa (al-Majd), sebuah organisasi yang bekerja, antara lain, untuk mengidentifikasi mata-mata Israel di antara penduduk Palestina.
Pada 1988, Yahya merencanakan penculikan dan pembunuhan dua tentara Israel dan mata-mata Israel di Palestina. Dia ditangkap dan dijatuhi hukuman empat hukuman seumur hidup pada 1989. Yahya sempat mencoba melarikan diri beberapa kali tetapi selalu tertangkap. Yahya dipenjara selama 22 tahun. Di penjara, dia membaca surat kabar Israel dan menguasai bahasa Ibrani. Dia diketahui membaca buku-buku tentang tokoh-tokoh Israel dan mengetahui tokoh-tokoh Israel dari atas hingga bawah. Yahya kemudian dibebaskan saat pertukaran tahanan antara 1.026 tahanan lainnya dalam pertukaran tahanan tahun 2011 dengan tentara IDF Gilad Shalit yang disandera oleh Hamas. Dia merupakan tahanan Palestina paling senior yang dibebaskan.
Pada 2011, Yahya menikah dengan Samar Muhammad Abu Zamar. Dia mempunyai tiga orang anak.
Pada April 2012, hanya beberapa bulan setelah pembebasannya, Yahya terpilih sebagai anggota biro politik Hamas di Jalur Gaza. Dia menggunakan pengalamannya sebagai pemimpin dalam penjara Israel dan mendapatkan reputasi di kalangan Hamas karena mampu menyatukan sesama tahanan. Dia memilih pejuang untuk menangkap warga Israel. Amerika Serikat geram dan memasukkan Yahya ke dalam daftar teroris global pada tahun 2015. Yahya kemudian terpilih sebagai salah seorang pemimpin Hamas yang berbasis di Gaza pada 2017.
Yahya tak kenal kompromi dan menolak rekonsiliasi apapun dengan Israel. “Era Hamas berbicara tentang pengakuan Israel telah berakhir. Sekarang diskusinya adalah mengenai kapan kita akan melenyapkan Israel,” kata Yahya dalam salah satu penampilan publik pertamanya kepada sekelompok anak muda di Gaza.
Beberapa bulan setelah Yahya mengambil alih Hamas, gerakan tersebut mencapai kesepakatan rekonsiliasi dengan Otoritas Palestina (PA) dan sempat menyerahkan kendali sebagian besar wilayah Gaza kepada Otoritas Palestina. Hubungan dengan Mesir juga membaik seiring negara tetangganya tersebut melonggarkan pembatasan penyeberangan perbatasannya dengan Gaza. Pada November 2012, selama operasi Israel tahun 2012 di Jalur Gaza, Yahya bertemu Pasukan Quds Korps Pengawal Revolusi Iran, Jenderal Qassem Sulaimani, di Teheran. Setelah terpilih pada 2017 sebagai pemimpin kelompok tersebut di Gaza, ia membina kerja sama yang lebih erat antara Hamas, Hizbullah dan Iran.Seperti diketahui, Sulaimani kemudian syahid dibunuh Amerika Serikat lewat drnone di Baghdad, Irak.
Pada 2021, Yahya terpilih untuk masa jabatan empat tahun kedua sebagai Kepala Hamas cabang Gaza. Yahya adalah pejabat tertinggi Hamas di Gaza dan penguasa de facto Gaza, serta anggota Hamas kedua yang paling kuat setelah Haniyah. Setelah Haniyah syahid pada 31 Juli 2024, maka Yahya tak luput menjadi incaran utama Israel dan sekutu-sekutunya. Sesuatu yang sudah lama dijalani selama hidupnya memerjuangkan kebebasan dan kemerdekaan Palestina. (*)
laporan: nirwan