JAKARTA | Menteri BUMN, Erick Thohir, mengungkap akan mentransformasi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero). Transformasi dilakukan dengan pembentukan holding dan subholding. Di antara tujuannya adalah memetakan subsidi listrik di Indonesia.
“Kami melakukan mapping (pemetaan) ini supaya ke depan bisa menggambarkan secara rill mana masyarakat yang perlu disubsidi, mana yang tidak perlu disubsidi,” kata Erick Thohir dalam konferensi pers di kantor Kementrian BUMN, Jakarta, pada Rabu (19/2/2022). Erick didampingi Wakil Menteri BUMN I, Pahala Nugraha Mansury, dan Dirut PLN, Darmawan Prasodjo.
Sepanjang 2021, dari target awal Rp53,6 triliun, realisasi subsidi listrik mencapai Rp47,8 triliun. Sedangkan pada tahun ini, 2022, pemerintah menargetkan realisasi subsidi listrik mencapai Rp56,5 triliun. Dengan tarif keekonomian listrik saat ini yaitu Rp1.400-1.500 per kWh, subsidi pemerintah membuat masyarakat penerima subsidi hanya perlu membayar sekitar Rp400-Rp600 per kWh. Meski ini nanti tergantung jenis daya yang digunakan.
Erick mengatakan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan Indonesia mengalami defisit anggaran sehingga pemerintah harus mendapatkan pendanaan yang lebih baik. Tidak hanya dari sektor pajak, subsidi listrik juga ditekankan supaya harus efisien dan tepat sasaran. “Kami mendukung subsidi langsung tanpa melibatkan BUMN. Tentu harus benar-benar dipastikan masyarakat kaya dan mampu tidak perlu disubsidi, serta yang memang perlu, ya, disubsidi,” kata dia.
Bisnis PLN 2022
PLN sendiri dalam Business Outlook PLN 2022, memerkirakan konsumsi listrik diperkirakan akan meningkat signifikan pada 2022 seiring dengan pemulihan ekonomi dunia, khususnya di Indonesia.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan pendekatan yang digunakan dalam Business Outlook PLN 2022, merupakan upaya dalam menyusun strategi untuk menghadapi peningkatan persaingan usaha ketenagalistrikan. “Dari sisi Mega Analysis kami melihat ada tiga faktor, yakni Energy Trend Outlook, Technology Trend Outlook, dan Lifestyle Trend Outlook,” kata Darmawan dalam siaran pers PLN per 1 Januari 2022.
Penyusunan Business Outlook PLN Tahun 2022 dilakukan dengan pendekatan kajian mega analysis, analisis makro, analisis mikro, serta perilaku konsumen. Di tengah tren transisi energi, ada kecenderungan pengusaha untuk mengikuti penggunaan energi berkelanjutan. Hal ini dapat menjadi peluang PLN mengoptimalkan gelombang tren ini.
Darmawan mengatakan, PLN memiliki sejumlah produk berbasis green economy seperti PLTS Atap, Renewable Energy Certificate (REC), Konversi PLTD ke EBT, Captive Acquisition dan Lelang EBT Bundle.
Adapun, dari sisi Technology Trend Outlook, terdapat tiga peluang utama terkait teknologi yang terjadi di skala global maupun nasional yang PLN dapat tangkap serta optimalkan, yakni Electric Vehicle, Electrifying Agriculture dan Electrifying Marine.
“Apabila kita bicara Lifestyle Trend Outlook, ternyata pandemi juga memengaruhi konsumen dalam menggunakan perangkat elektronik yang dapat menunjang gaya hidup di rumah maupun hobi baru. Sementara dari sisi industri, Di tengah mulai menggeliatnya aktivitas masyarakat dan ekonomi yang kembali bangkit, Kebutuhan listrik pada segmen ini diprediksikan akan meningkat,” kata Darmawan.
Sementara itu, dari sisi analisis mikro. PLN juga memperhatikan adanya proyeksi bisnis, kebijakan, perilaku konsumen, tarif listrik, dan proyeksi kebutuhan industri. Dari sisi Business Outlook, tampak fenomena segmen-segmen baru, melalui pergeseran gaya hidup, perilaku dan preferensi Masyarakat dalam berkegiatan menjadi berbasis digital akibat pandemi. “Hal ini dapat memunculkan segmen yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan pendapatan, baik in kWh maupun Beyond kWh,” ujar Darmawan. (*)