IWAN Fals dilahirkan pada 3 September 1961. Nama aslinya adalah Virgiawan Listanto. Menurut yang tertera di wikipedia, Iwan adalah anak dari Kolonel Anumerta Sucipto (alm) Iwan dan Lies Suudijah yang berasal dari Tasikmalaya. Namun menurut situs iwanfals.co.id, ayahnya bernama Harsoyo. Iwan memang “anak kolong”, julukan yang diberi untuk anak yang orang tuanya bekerja di militer. Istrinya bernama Rosana yang akrab disapa “Mbak Yos” yang dinikahinya pada 1980. Mereka punya tiga anak, Galang Rambu Anarki (1 Januari 1982 – April 1997), Annisa Cikal Rambu Bassae (1985), dan Raya Rambu Rabbani (22 Januari 2003).
Iwan banyak tumbuh di Bandung, Jawa Barat. Karena tugas ayahnya, dia pernah juga mencicipi hidup di Jeddah, Arab Saudi pada 1975. Di tanah suci, dia pernah berdoa di depan Ka’bah. Dikutip dari situs iwanfals.co.id, doanya adalah ingin pulang ke Indonesia dan hidup di Indonesia bercita-cita menjadi penyanyi, bercocok tanam, dan sopir. Selepas ibadah haji, Iwan Fals kecil pulang ke Indonesia sambil membawa gitar. Saat naik haji pada 2009, Iwan mengaku membawa gitar kecil. “Ya, dulu saya pernah berdoa di depan Ka’bah ingin menjadi penyanyi dan saya pulang ke Indonesia membawa gitar. Sekarang saya kembali lagi membawa gitar, sekaligus laporan sama Allah kalau saya sudah menjadi penyanyi dan mudah-mudahan menjadi penyanyi yang benar,” kata dia.
Di Bandung, dia sekolah di SMPN 5 Bandung dan SMAK BPK Bandung. Dia lalu hijrah ke Jakarta, berkuliah di STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP) dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Iwan merupakan seorang karateka. Pernah Juara II Karate Tingkat Nasional dan Juara IV Karate Tingkat Nasional 1989. Dia sempat masuk pelatnas dan pernah juga melatih karate di kampusnya, STP (Sekolah Tinggi Publisistik). Di rumahnya, dia mendirikan perguruan karate bernama Dojo Tiga Rambu. Iwan menjadi guru di sana.
Namun, Iwan memang lebih suka bermusik, seperti doanya di depan Ka’bah. Sejak remaja, dia sudah mengamen di jalanan Bandung. Rupanya, mengamen menjadi modal dasar baginya mengasah kemampuan bermusik dan mencipta lagu. Lagu-lagunya kemudian banyak bercerita soal kehidupan sosial, tidak melulu soal cinta anak muda.
Selama Orde Baru, lagu-lagu Iwan dinilai kritis pada kekuasaan. Meski banyak lagu-lagu kritisnya yang tidak dimasukkan dalam album untuk dijual, namun lagu-lagunya, toh, tetap dicari. Dia juga sering dibatasi dalam konser di berbagai daerah. Lagu Bento menjadi salah satu trademark Iwan hingga kini. Dia bergabung dengan grup Swami dan Kantata Takwa, meski kemudian keluar lagi dan memilih bersolo karir. (*)