BEIRUT | Krisis ekonomi yang cukup parah telah melanda Lebanon. Lebonan kini menghadapi dilema saat sekutunya di negara-negara Arab dan Amerika Serikat (AS), belum ada tanda-tanda akan membantu. Lebanon pun dikabarkan akan berpaling ke China.
“Langkah kami menuju China sangat serius tetapi kami tidak memalingkan muka ke Barat,” kata seorang pejabat kementerian Lebanon kepada AssociatedPress, pada Rabu (15/7/2020). Sumber anonim ini mengatakan, mereka akan menyambut siapapun yang datang membantu.
Pilihan ke China bukan tanpa dilema terutama di hadapan AS. Pasalnya, AS sedang berkonflik serius dengan China. Lebanon yang berpenduduk sekitar 5 juta orang, juga terjepit antara persaingan Iran dan Arab Saudi.
Dalam beberapa bulan terakhir, krisis finansial terjadi, harga melonjak tak terkendali, dan banyak dari kelas menengahn Lebanon telah jatuh ke dalam kemiskinan. Bailout dari International Monetery Fund (IMF) sebesar US$11 Miliar yang dijanjikan pada 2018 lalu belum juga hadir.
Saat ini, pemerintahan Lebanon dipimpin Perdana Menteri Hassan Diab. Diab didukung oleh Hezbollah yang bukan rahasia lagi merupakan sekutu Iran. China sama sekali tidak ada persoalan bagi kelompok Syiah tersebut.
China sendiri sudah menawarkan bantuan. Selain menawarkan membangun pembangkit listrik, China juga mengajukan proposal pembangunan infrastruktur. Dikabarkan, proyek yang ditawarkan China untuk dikerjakan bernilai US$12,5 miliar. Lebanon menjadi salah satu titik proyek “jalur sutra” yang digagas China. Awal bulan ini, Lebanon sudah dikunjungi Duta Besar China untuk Lebanon, Wang Kejian.
Namun, langkah ke China akan mengorbankan hubungan mereka dengan AS. Lebanon sendiri pernah mensinyalir kalau bantuan ke negara mereka diblokir oleh AS. Hal ini belakangan disanggah AS.
Selain China, Lebanon sebenarnya juga mendapat tawaran bantuan dari Rusia, Suriah, Iran, dan Irak. Namun lagi-lagi, menerima bantuan ini jelas akan membuat AS tidak akan senang. (*)