Jelang Pilkada, Kepala Daerah Dilarang Memutasi Pejabat ASN Sejak 8 Januari 2020 – indhie.com

Jelang Pilkada, Kepala Daerah Dilarang Memutasi Pejabat ASN Sejak 8 Januari 2020

Mendagri, Tito Karnavian, bersama Ketua KPU, Arief Budiman, di Kantor KPU, Jakarta. [foto: merdeka]

JAKARTA | Kepala Daerah dilarang memutasi pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam musim menjelang Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) serentak 2020. Larangan itu ditegaskan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang dituangkan dalam surat edaran yang ditujukan ke para kepala daerah.

“Kenapa? Untuk menjaga netralitas, jangan sampai menjelang pilkada menjadi pergantian ke orang-orang yang nanti pro-incumbent,” kata Tito dalam konferensi pers di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Kamis (23/1/2020), seperti dikutip dari CNNIndonesia.

Mendagri mengatakan, larangan itu berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada Pasal 71 ayat (2). “Tidak boleh dilaksanakan pemindahan, mutasi pejabat di daerah yang ada pilkadanya, kecuali atas izin pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri,” kata Tito.



Pilkada 2020 diikuti oleh 270 daerah yang terdiri dari 9 Provinsi, 224 Kabupaten, dan 37 Kota. Pencoblosan dilakukan pada 23 September 2020.

Dalam ketentuan Pasal 71 ayat (2) disebutkan: “Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.”

Sementara, dalam jadwal yang dikeluarkan KPU, Penetapan Pasangan Calon ditentukan pada 8 Juli 2020. Itu artinya, larangan berlaku sejak 8 Januari 2020.

Namun, larangan itu tidak berlaku jika mutasi dilakukan karena ada pejabat yang meninggal dunia, sakit, atau tak dapat menjalankan tugasnya. Meski, mutasi tersebut tetap harus melalui persetujuan Kemendagri.

Bila kepala daerah petahana melanggar ketentuan mutasi pejabat, maka sesuai Pasal 71 Ayat 5, bila melanggar bisa mendapatkan pembatalan atau diskualifikasi sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. Selain itu, menurut Pasal 190, ada ancaman pidana penjara paling lama enam bulan dan denda paling banyak Rp6 juta. (*)

Leave a Reply