BANDA ACEH | Provinsi Aceh sedang merancang pembentukan Rancangan Qanun (raqan) Umum Energi Aceh (UEA). Raqan ini sedang dibahas tim penyiapan Qanun antara Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Pemerintah Provinsi Aceh yang melibatkan BPMA dan Tim Ahli Energi.
Raqan ini nantinya akan berisi tentang pengelolaan terkait industri dan pemanfaatan minyak dan gas (migas) di Aceh. Pemerintah pusat memang telah memberikan kekhususan pada Provinsi Aceh untuk mengelola sumber daya migas secara bersama. Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) merupakan amanat Undang-Undang 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan Pasal 93 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
“BPMA mendukung pembentukan Raqan Umum Energi Aceh (UEA) dan mengenjot produksi migas di Aceh, untuk itu pemanfaatan energi listrik berbasis pembangkit gas alam mesti diprioritaskan,” kata Plt Kepala BPMA Aceh, Azhari Idris, pada Selasa (9/7/2019) kemarin seperti dikutip dari Antara pada Jumat (12/7/2019).
Menurut Azhari, target pemanfaatan energi mesti terukur dengan baik, agar gas alam yang diproduksi di Aceh bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pemenuhan kebutuhan di Aceh.
Dalam rapat pembahasan Rancangan Energi Aceh ini dibahas pemanfaatan aturan Domestik Market Obligation (DMO) nasional agar dimanfaatkan secara optimum dan diatur secara khusus untuk pasar Aceh. Sehingga pemenuhan energi domestik untuk kebutuhan listrik dan industri di Aceh bisa terpenuhi pada 2030, bahkan hingga 2050 nanti.
“Qanun ini juga dapat mengakodomir rencana pengembangan infrastruktur pipa gas dari kawasan industri Batuphat, Lhokseumawe ke Banda Aceh serta kabupaten lain di Aceh,” kata Kepala Divisi Pemprograman dan Penganggaran BPMA, Afrul Wahyudi.
Lebih lanjut dikatakan, gas alam yang ada di Provinsi Aceh dapat dimanfaatkan secara maksimal dan tidak hanya untuk industri, tapi juga pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Qanun diharapkan dapat segera difinalisasi untuk menjamin pemanfaatan energi di Aceh. (*)