DUTA Besar Cina untuk Indonesia, Xiao Qian, bereaksi atas demo solidaritas masyarakat muslim Indonesia terhadap muslim Uighur di China. Xiao mengunjungi dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. China pertama kali pergi ke NU, lalu ke Muhammadiyah. Dia diterima Ketua PBNU Said Aqil Siradj pada Senin (24/12/2018). dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dr Haedar Nasir, pada Jumat (28/12/2018).
Xiao Qian mengklaim kehidupan di Xinjiang berjalan baik dari segi politik, ekonomi, ataupun sosial, termasuk aktivitas masyarakat dari suku Uighur. Meski, ada persoalan ekstremisme dan saparatisme. “Itu selalu ada dan menjadi ancaman besar bagi keamanan dan kestabilan sosial setempat,” kata Xiao.
Dalam keterangan resminya, Xiao mengatakan, berbagai suku, termasuk suku Uighur menikmati kehidupan berbahagia dan hak kebebasan beragama secara sepenuhnya. Namun, masalah terorisme, ekstremisme dan separatisme selalu ada dan mengancam kesatuan negara, keutuhan wilayah serta stabilitas sosial setempat. Oleh karena itu, menurut dia, pemerintah Daerah Otonomi Uighur Xinjiang mengambil serangkaian langkah deradikalisasi, termasuk program pelatihan dan pendidikan vokasi gratis kepada sebagian orang yang rentan terhadap pemikiran ekstremisme, dengan tujuan membantu mereka menguasai keterampilan dan mempunyai kehidupan yang lebih sejahtera.
Xiao juga mengatakan, isu-isu terkait Xinjiang telah melibatkan kesatuan negara dan keutuhan wilayah China. Dia juga menuding, beberapa negara barat dan medianya yang belakangan ini terus mendistorsi dan menggoreng informasi yang bersangkutan dengan Xinjiang itu mempunyai agenda politiknya sendiri. “Selama ini China selalu menjadi sahabat jujur bagi dunia muslim,” katanya.
Xiao juga mengklaim, China tak pernah membatasi akses wisatawan untuk mengunjungi lokasi etnis Uighur di Xinjiang. Xiao Qian mengatakan, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Xinjiang pada 2017 mencapai 100 juta wisatawan yang terdiri atas wisawatan domestik dan mancanegara. “Siapa saja bisa ke sana. Tidak ada pembatasan,” kata Xiao Qian.
Namun, mengenai laporan lembaga internasional soal kamp reedukasi Muslim Uighur di Xinjiang, Xiao tak memberi jawaban. Dia malah berkelit dengan berujar kalu China merupakan negara multisuku dan multiagama seperti Indonesia. “Ada 10 suku di Xinjiang yang mayoritasnya menganut agama Islam. Jumlah penduduknya sekitar 14 juta,” kata dia.
Ditambahkannya, ada 24,4 ribu masjid di wilayah Xinjiang. Itu berarti sekitar 70% dari jumlah total masjid di seluruh China. “Jumlah ulama ada 29 ribu orang dan ada 103 ormas agama Islam ada di sana,” tambah Xiao.
Kepada Muhammadiyah, Xiao berharap kunjungannya dapat membuat masyarakat Indonesia bisa mengetahui lebih dalam mengenai kondisi sebenarnya di Xinjiang. “Melalui dialog, saya harap Muhammadiyah maupun masyarakat Muslim Indonesia bisa mengenal lebih kondisi sebenarnya di Xinjiang,” ungkap dia.
Haedar menanggapi agar China membuka akses sebesar-sebesarnya bagi masyarakat internasional untuk berkunjung ke Xinjiang. “Dengan adanya keterbukaan itu, akan diketahui juga apa yang terjadi sesungguhnya,” kata Haedar setelah melakukan pertemuan.
Haedar mengatakan Cina sebagai negara besar diharapkan bisa menyelesaikan persoalan kemanusiaan di Uighur dengan pendekatan komprehensif, mengedepankan perdamaian, dan tanpa kekerasan. “Kami pun memberikan masukan agar perusahaan Cina yang ada di dalam negeri maupun kehidupan di dalam negeri Cina, ada kebebasan dalam beribadah,” kata Haedar.
Sebelumnya, China diberitakan sangat masif menggunakan intimidasi kekerasan dan sewenang-wenang terhadap Muslim Uighur yang minoritas. Tidak ada kebebasan beribadah dan China bahkan dituduh melakukan genosida seperti yang dilakukan Nazi Jerman. Pemerintah China menanggapi tuduhan ini dengan bahasa yang seirama: mereka mengklaim sedang menghadapi kelompok separatis dan teroris. (*)