INDHIE | Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, meluncurkan Operation Warp Speed (OWS). OWS adalah cara Trump untuk menangani Covid-19 terutama pengembangan dan produksi vaksin anti-Covid-19. Kongres AS pun sudah menyetujui proposal Trump sebesar US$10 miliar atau sekitar Rp146 triliun lebih (dengan kurs Rp14.600/US$). Target Trump jelas: dia ingin 300 juta dosis vaksin yang aman dan efektif untuk warga AS pada Januari 2021.
“Artinya besar dan artinya cepat. Upaya ilmiah, industri, dan logistik besar-besaran, tidak seperti apapun yang pernah Anda lihat di negara kita sejak Proyek Manhattan. Anda benar-benar dapat mengatakan bahwa tidak ada yang melihat hal seperti yang kami lakukan, baik itu ventilator atau pengujian. Tidak ada yang pernah melihat hal seperti yang kami lakukan sekarang, di dalam negara kita, sejak Perang Dunia Kedua,” kata Donald Trump, seperti dikutip dari pernyataan di situs resmi Gedung Putih pada 15 Mei 2020.
Dana US$10 miliar itu dibagi dua besar yaitu US$6,5 miliar lebih untuk BARDA dan US$3 miliar untuk penelitian NIH. BARDA adalah Biomedical Advanced Research and Development Authority (BARDA), lembaga yang bertanggung jawab atas pengadaan dan pengembangan tindakan medis, terutama melawan bioterorisme, ancaman kimia, biologi, radiologi, dan nuklir (CBRN), serta pandemi penyakit. Sementara NIH adalah National Institutes of Health (NIH) AS, sebuah lembaga khusus AS untuk penelitian biomedis dan kesehatan masyarakat. Keduanya organik di bawah Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan AS (Department of Health and Human Services/HSS).
Meski demikian, OWS merupakan operasi gabungan dari banyak organ pemerintah AS seperti Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, Food and Drug Administration (FDA), Departemen Pertahanan; Departemen Pertanian, Departemen Energi, dan Departemen Urusan Veteran, dan pihak swasta.
Operasi ini disebutkan sudah mulai diluncurkan pada Maret atau April 2020. Namun, Trump sendiri memerkenalkan pemimpin dan penasehat operasi ini di Gedung Putih pada 15 Mei 2020. Trump memilih tidak berkerjasama dengan Solidarity Trial yang digagas World Health Organization (WHO) yang menggalang solidaritas internasional untuk pengembangan dan penyediaan vaksin covid-19. Apalagi dengan China ataupun bersentuhan dengan partner kerja yang berhubungan dengan China.
* * *
OWS dipimpin dua bagian besar yaitu penasehat sains dan pimpinan operasi. Trump menunjuk Moncef Mohammed Slaoui, seorang peneliti dan doktor imunitas dan vaksin, seorang muslim dari Maroko, sebagai kepala penasehat sains. Dia juga mantan Presiden GlaxoSmithKline (GSK), perusahaan vaksin terkenal yang bermarkas di Inggris.
“Dan hari ini, dengan bangga kami mengumumkan penambahan dua profesional paling dihormati dan terampil di negara kita – dihormati di seluruh dunia. Kepala Ilmuwan Operation Warp Speed adalah Dr. Moncef Slaoui, ahli imunologi terkenal di dunia yang membantu menciptakan 14 vaksin baru dalam 10 tahun, selama dia di sektor swasta. Salah satu pria paling dihormati di dunia dalam produksi dan, benar-benar, dalam perumusan vaksin,” kata Donald Trump pada saat memerkenalkan Slaoui dan tim lainnya, dalam pernyataan di situs resmi Gedung Putih pada 15 Mei 2020.
Bersama Slaoui, ada Jenderal Angkatan Darat, Gustave F Perna, yang menjadi Kepala Operasi. Penunjukan jenderal bintang empat menandakan Trump begitu serius dalam operasi ini dan mungkin saja bisa dikatakan sebagai sebuah “perang”. Kedua orang ini, diawasi oleh dua orang kepercayaan Trump: Sekretaris HSS, Alex Azar dan Sekretaris Departemen Pertahanan, Mark Esper.
Hingga Juni-Juli, operasi ini telah sepakat untuk bekerjasama dengan beberapa lembaga yaitu Johnson & Johnson (melalui Janssen Pharmaceutical), AstraZeneca, Universitas Oxford, Pfizer-BioNTech, Moderna, Novavax, dan Sanofi-GlaxoSmithKline (Sanofi-GSK). Johnson & Johnson US$1,4 miliar, AstraZeneca US$1,2 miliar, Moderna US$955 juta, Novavax US$1,6 miliar, Pfizer-BioNTech US$1,95 miliar dan Sanofi-GSK disebutkan telah mendapat anggaran terbesar operasi ini senilai US$2,1 miliar.
Dalam situs resmi Departemen Kesehatan dan Pelayanan Kemanusiaan AS (HHS), dalam hal pengembangan vaksin, operasi ini sudah dimulai sejak 30 Maret 2020 lalu. Sebesar US$456 juta telah diberikan ke Johnson &Johnson (Janssen Pharmaeutical).
Pada 16 April, anggaran sebesar US$483 juga diberikan untuk pengembangan kandidat vaksin dari Moderna: mRNA-1273. Kesepakatan dengan Moderna diperluas pada 26 Juli dengan tambahan dana sebesar US$472 juta. Dalam situs resminya, modernatx, total anggaran yang mereka terima hingga Juli mencapai US$955 juta. “Kami berterima kasih pada BARDA atas komitmen berketerusan untuk mRNA-1273, kandidat vaksin kami melawan Covid-19,” kata Stephane Bancel, CEO Moderna dalam situs itu.
Lalu, pada 21 Mei 2020, vaksin AstraZeneca, AZD1222, yang dikembangkan bersama Universitas Oxford, Inggris, mendapat kucuran dana operasi ini sebesar US$1,2 miliar. Nilai itu disepakati sebagai jaminan atas 300 juta dosis vaksin untuk AS. Di Juni 2020, mereka juga mendapat kontrak kerjasama dengan Kerajaan Inggris untuk penyediaan 100 juta dosis vaksin Covid-19.
Selain dengan Inggris, pada 13 Juni 2020, Astrazeneca menandatangani kesepakatan dengan Uni Eropa untuk penyediaan 400 juta dosis vaksin eksperimen Covid-19. AstraZeneca adalah raksasa farmasi dari Inggris yang punya pendapatan US$24,3 miliar di 2019. Pascal Soriot, CEO AstraZeneca, dalam situs berita France24 pada 13 Juni 2020, mengungkapkan, perjanjian ini akan menjamin ratusan juta orang Eropa mendapatkan akses vaksin dari Universitas Oxford setelah mendapat persetujuan.
Kesepakatan dengan AS, Inggris, dan Eropa ini membuat AstraZeneca setidaknya mendapatkan kontrak penyediaan vaksin setidaknya 700 juta dosis. Bahkan, mereka juga disebutkan telah mendapatkan persetujuan dengan Serum Institute of India untuk penyediaan 1 miliar dosis vaksin.
Pada 7 Juli 2020, OWS mengumumkan telah menyuntik dana US$450 juta ke Regeneron, untuk pembuatan skala besar pengobatan anti-virus antibodi Covid-19: REGN-COV2. Dalam kesepakatan ini, dosis obat REGN-COV2 akan dikirim segera ke AS jika uji klinis berhasil dan FDA AS telah memberikan lisensi.
Operasi juga mengumumkan dana US$1,6 miliar untuk calon vaksin Novavax: NVX‑CoV2373. Dengan mendanai ini, AS akan mendapat 100 juta dosis vaksin. “Investasi US$1,6 miliar hari ini (7 Juli) mendukung kandidat (vaksin) Novavax, bergantung pada keberhasilan dalam uji klinis, untuk pembuatan 100 juta dosis untuk rakyat Amerika,” kata Sekretaris HSS, Alex Azar, seperti tercantum di situs resmi Novavax.
Lalu, pada 22 Juli 2020, AS membuat kesepakatan besar dengan Pfizer-BioNTech senilai US$1,95 miliar untuk 100 juta kandidat vaksin milik mereka: BNT162. Pfizer adalah raksasa Amerika setelah Johnson&Johnson, yang memiliki pendapatan hingga US$51,7 miliar (2019). sementara BioNTech bermarkas di Mainz, Jerman. Vaksin Pfizer-BioNTech dipesan AS sebanyak 100 juta dosis. Namun, mereka juga mendapat kontrak penyediaan vaksin dengan negara lain seperti Inggris (30 juta dosis) dan Jepang (120 juta dosis).
Pada 31 Juli 2020, kesepakatan senilai US$2,1 miliar dibuat oleh OWS dan Sanofi-GSK. Ini merupakan nilai terbesar dalam operasi ini. Sanofi-GSK harus menyediakan 100 juta dosis vaksin. Namun, pemerintah AS juga memiliki pilihan lebih lanjut untuk penyediaan 500 juta dosis tambahan dari Sanofi-GSK. Sanofi-GSK juga mendapat alokasi penyediaan 60 juta dosis vaksin untuk Kerajaan Inggris. Kedua institusi ini punya rencana untuk mengirim hingga 1 miliar dosis vaksin per 2021 mendatang. “Kebutuhan global akan vaksin untuk mencegah Covid-19 adalah masif, dan tidak ada vaksin atau perusahaan tunggal yang mampu memenuhi kebutuhan global sendirian,” kata Thomas Triomphe, Wakil Presiden Eksekutif Sanofi Pasteur.
Kesepakatan terakhir hingga saat ini yang dibuat oleh OWS ini adalah dengan raksasa terbesar farmasi dunia dan AS, yaitu Johnson & Johnson. Pada 5 Agustus 2020, operasi mengumumkan kesepakatan US$1 miliar mereka dengan anak perusahaan Johnson & Johnson, Janssenn Pharmaeutical.
Namun, dalam operasi ini, duit miliaran dolar itu bukan hanya untuk penyelidikan dan penyediaan vaksin Covid-19 semata. Angka jutaan dolar juga ditebar untuk manufaktur dan distribusi vaksin itu nantinya.
* * *
Perusahaan yang masuk dalam operasi ini jelas kian meningkatkan kredibilitasnya. Vaxart, misalnya, satu-satunya pengembang vaksin model oral (bukan suntikan), yang mengklaim masuk dalam operasi ini. “Kami sangat tersanjung menjadi satu dari sedikit perusahaan yang dipilih oleh Operation Warp Speed, dan bahwa vaksin kami adalah satu-satunya vaksin oral yang dievaluasi,” kata Andre Floroiu, CEO Vaxart, dalam situs resmi mereka per 26 Juni 2020.
Namun, situs berita New York Times, melansir informasi pada 25 Juli 2020, kalau Vaxart telah memeroleh keuntungan saham dari klaim itu. Mereka menyitir informasi kalau beberapa investor di perusahaan itu telah mengantongi penjualan saham mendekati US$200 juta hanya dari beberapa waktu pascaklaim tersebut. Meski demikian, bukan hanya saham Vaxart saja yang menjadi incaran para pialang di AS. Saham perusahaan farmasi lain juga menjadi peluang besar di tengah peperangan melawan Covid-19, dengan memanfaatkan sentimen positif terhadap perusahaan-perusahaan itu.
Data New York Times menyebutkan, perusahaan-perusahaan itu telah menjual saham senilai lebih dari US$1 miliar sejak Maret 2020. Sementara untuk kasus Vaxart, dalam berita 25 Juli 2020 itu, New York Times mengutip pernyataan Michael R Caputo, Asisten Sekretaris Departemen HHS, yang menyebut, “Kandidat vaksin Vaxart dipilih untuk berpartisipasi dalam studi awal pemerintah guna menentukan area potensial untuk kemungkinan kemitraan dan dukungan Operation Warp Speed. Saat ini, studi tersebut sedang berlangsung, dan belum ada keputusan yang dibuat.” Nyatanya, dalam timeline resmi HSS, Vaxart tidak ada disebut sebagai salah satu perusahaan yang menerima dana dari OWS.
Angka-angka di atas belum lagi memasukkan duit yang digelontorkan oleh negara-negara dan organisasi lain di seluruh dunia, termasuk WHO. Alhasil, Covid-19 memang bukan “perang” ecek-ecek. “Perang” ini bernilai miliaran dolar. (*)
Dirangkum dari berbagai sumber
Penulis: Nirwansyah Putra