JAKARTA | Anggota Komisi I DPR RI dari F-Partai Golkar, Nurul Arifin, menyatakan pembobolan Pusat Data Nasional (PDN) oleh peretas adalah peristiwa yang tragis, miris, dan ironis. Nurul juga mempertanyakan pertanggungjawaban fasilitas data backup yang telah disediakan oleh PT Lintasarta maupun PT Telkom di PDN.
Hal itu dikatakan Nurul dalam Rapat Kerja Komisi I dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), di Ruang Rapat Kerja Komisi I, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (27/6/2024).
Menurut Nurul, PDN memiliki fungsi yang sangat strategis, yaitu melindungi kedaulatan data nasional dan melindungi data pribadi. “Tapi semuanya di-hack dan kemudian semuanya tergopoh-gopoh (berbenah). What’s wrong with this?” tanya Nurul dilansir dari laman resmi DPR RI.
Nurul juga menyoroti adanya permintaan uang tebusan sebesar 8 juta dolar AS atau Rp131 miliar, yang digadang-gadang agar dapat membuka file yang terenkripsi tersebut.
“Pertanyaanya siapa yang meminta tebusan?” tanya Nurul, “dan Bapak harus bayar kemana? Pelakunya siapa? Pertanyaan berikutnya apakah pelakunya ada indikasi dari internal? Apakah mereka yang menjual teknologi karena teknologinya ingin dibeli? Atau pelakunya bisa jadi orang yang marah karena usaha judi onlinenya diganggu oleh Bapak misalnya, apakah mereka yang marah?”
Lebih jauh, Nurul mempertanyakan pertanggungjawaban fasilitas data backup yang telah disediakan oleh PT Lintasarta maupun PT Telkom di PDN. “Apakah mereka atas ketidakmampuan mereka memenuhi service level agreement itu? Tanggung jawab mereka di mana? Kemudian seberapa besar kerugian finansial dan non finansial dari perkara ini?” cecar Nurul.
Untuk diketahui, Kemenkominfo memiliki dua Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) yakni PDNS yang ada di Surabaya dan Serpong. Sedangkan, satu Pusat Data Nasional (PDN) yang berada di Batam. Adapun serangan siber yang terjadi saat ini berlokasi di Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 yang ada di Surabaya, Jawa Timur.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, menilai tidak adanya cadangan data atau back up yang dimiliki Kemenkominfo dan BSSN terhadap data PDN yang mengalami serangan siber ransomware bukanlah masalah tata kelola ketahanan siber tapi sudah merupakan tindakan kebodohan. “Intinya jangan lagi bilang tata kelola, ini bukan masalah tata kelola, Pak. Jadi, ini masalah kebodohan, punya data nasional tidak ada satu pun backup,” ujarnya dalam rapat kerja yang sama dengan Menkominfo dan Kepala BSSN.
Sementara Anggota Komisi I DPR RI dari F-PDIP, TB Hasanuddin, juga mengkritik keras Kemenkominfo dan BSSN atas kejadian serangan siber ini. Ia heran dengan terus berulangnya peristiwa kebocoran data dan peretasan sistem yang terus terjadi. “Ini sebetulnya kecelakaan atau kebodohan nasional ya? Karena apa? Prihatin. Kita sudah hampir lima tahun bekerja sama terutama dengan mitra BSSN, dan BSSN selalu melaporkan ada serangan tetapi tidak ada tindakan yang lebih komprehensif,” kata dia.
Hasanuddin membacakan ada 26 laporan dari lanskap keamanan siber Indonesia tahun 2023 kepada DPR RI terdapat 1.101.229 insiden. Ia pun mempertanyakan kinerja pemerintah dalam menanggulangi serangan siber.
Untuk menangani kejadian ini, Komisi I DPR RI mendorong Pemerintah, khususnya Kemenkominfo dan BSSN membentuk Satgas dan Crisis Centre.(*)
laporan: redaksi