MEDAN | Mantan Wali Kota Medan, Drs HT Dzulmi Eldin, dituduh menerima total suap Rp530 Juta dari mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Kota Medan, Isa Ansyari. Penyuapan diduga dilakukan sejak Maret 2019.
Demikian di antara informasi yang berhasil dihimpun dalam sidang perdana terkait kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Eldin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Oktober 2019 lalu, di Ruang Cakra I Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Senin (23/12/2019). Sidang itu dikhususkan pada terdakwa Kadis PU Kota Medan, Isa Ansyari. Sementara kasus Eldin sendiri dikabarkan akan disidangkan terpisah.
Terdakwa Isa Ansyari diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Nota dakwaan dibacakan Jaksa KPK, Zainal Abidin didampingi Iskandar Marwanto di hadapan Ketua Majelis Hakim, Abdul Aziz.
Disebutkan, Isa Ansyari melakukan aksinya bersama-sama Samsul Fitri (Kepala Sub Bagian Protokol Pemerintah Kota Medan). Isa menyetor Rp20 juta sebanyak 4 kali, Rp200 Juta sebanyak 2 kali dan terakhir Rp50 Juta. Total jenderal yang diberi Isa ke Samsul sebanyak Rp530 Juta. “Hingga jumlah seluruhnya sebesar Rp 530 juta,” kata Jaksa KPK Zainal.
Dikatakan Jaksa KPK Iskandar, maksud penyuapan tersebut agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya yaitu selaku Walikota Medan mempertahankan jabatan terdakwa selaku Kepala Dinas PU Kota Medan.
Disebutkan, awal kasus bermula pada 6 Februari 2019 dimana selaku Kadis PU mengelola anggaran fisik senilai Rp420 Juta. “Dalam mengelola anggaran Dinas PU tersebut, sejak bulan Maret 2019 terdakwa mulai mendapatkan pemasukan uang di luar penghasilan yang sah,” tuturnya.
Dari uang yang diperoleh dari pengerjaan penggelolaan anggaran Dinas PU, terdakwa dituduh ikut mebiayai kegiatan oprasional Eldin.
Lalu pada Maret 2019, Samsul Fitri menemui Isa Ansyari di Hotel Aston Medan dan meminta bantuan uang apabila sewaktu-waktu ada kebutuhan biaya operasional Walikota yang tidak ditanggung oleh APBD atau dana non budgeter.
Jaksa juga menyatakan, sebagai bentuk loyalitas Ansyari kepada Walikota maka terdakwa menyanggupinya permintaan tersebut, lalu menyerahkan uang kepada Dzulmi Eldin melalui Samsul Fitri di bulan Maret, April, Mei dan Juni 2019 masing-masing sebesar Rp20 juta.
“Demikian pula ketika ada kebutuhan operasional Eldin menghadiri undangan acara perayaan ulang tahun ke-30 “Program Sister City” antara Kota Medan dengan Kota Ichikawa yang akan dilaksanakan pada tanggal 15 sampai dengan 18 Juli 2019 di Jepang,” sebut Jaksa.
Kata Jaksa, rombongan itu terdiri dari Dzulmi Eldin, Rita Maharani, Samsul Fitri, Andika Suhartono, Fitra Azmayanti Nasution, Musaddad, Iswar S, Suherman, T. Edriansyah Rendy, Rania Kamila, Hafni Hanum, Tandeanus, Vincent Dan Amanda Syaputra Batubara, dan akan difasilitasi oleh Erni Tour & Travel.
Saat itu, Samsul Fitri meminta kepada terdakwa untuk menyediakan sejumlah uang dan terdakwa Isa menyanggupinya. “Pada Juni 2019 Samsul Fitri melakukan penghitungan kebutuhan dana akomodasi kunjungan ke Jepang tersebut dan ternyata dana yang dibutuhkan adalah sebesar Rp1,5 miliar,” ungkap Jaksa.
Untuk kegiatan itu, APBD kota Medan hanya mengalokasikan dana sebesar Rp500 juta. Padahal saat itu harus segera membayar uang muka sebesar Rp800 juta kepada Erni Tour & Travel.
Persidangan kasus ini masih akan dilanjutkan dalam agenda selanjutnya. Masih belum diketahui, apakah jaksa akan mengagendakan pemanggilan Eldin dalam kasus ini atau tidak. Dalam OTT Eldin, KPK mengklaim telah menyita barang bukti sebesar Rp200 Juta. (*)
Laporan: Andang