Terorisme, Stigma yang Dibelokkan ke Dinding Islam – indhie.com

Terorisme, Stigma yang Dibelokkan ke Dinding Islam

Penelurusan sejarah terorisme di dunia, justru jauh dari gempita penyudutan Islam seperti yang terjadi pasca abad millenium ini. Paham anarkisme dan komunisme meletakkan metode kekerasan sebagai prosedur baku gerakan. Group terrorism berkelindan dengan state-terorism.
Seorang anak Syria di tengah reruntuhan rumah akibat perang di Syria. [Photo: WFP/Abeer Etefa]

Mikhail Alexandrovich Bakunin (1814–1876) dianggap sebagai bapaknya kaum Anarkisme, sebuah paham yang sering dianggap mengedepankan aksi kekerasan. Di kala muda, dia terpengaruh Johann Gottlieb Fichte, seseorang yang diebut lebih dulu mengeluarkan diktum thesis-antithesis-synthesis daripada George Wilhelm Friedrich Hegel. Bakunin kemudian benar-benar meninggalkan filsafat idealisme dan kemudian beralih menjadi aktivis radikal.

Dia terusir dari negaranya, Rusia, ketika menentang Rusia yang menjajah Polandia. Dia lantas terlibat dalam pemberontakan di Czech pada 1848 dan kemudian dipenjara di Saint Petersburg, Rusia, lalu diasingkan ke Siberia. Hidupnya berpindah-pindah. Lari ke Jepang, Swiss, Brussels, Prague, Paris hingga Amerika Serikat. Kurun 1870-1876, dia menulis karya mognum opus-nya, Statism and Anarchy dan God and the State.

Mikhail Alexandrovich Bakunin




Tapi, Bakunin adalah orang yang semula juga terpesona dengan Karl Marx, walau nantinya Marx juga yang mengasingkannya dari organisasi First Internasional (FI). Nama asli organisasi ini adalah International Workingmen’s Association, organisasi kiri yang berisi aktivis sosialis, komunis dan anarkis yang dibentuk pada 1864 di London. Semula Marx menjadi figur utama di organisasi ini. Namun, kehadiran Bakunin rupanya sangat berpengaruh dan kemudian memecah organisasi ini menjadi dua faksi, Marx yang Sosialis dan Bakunin yang Anarkis.

Di lain sisi, Bakunin tak setuju dengan Marx soal otoritas dan negara yang diktator. Bakunin memang pendukung anarkisme yang tak setuju dengan formasi negara. Meski radikal dan terlibat aksi kekerasan, Bakunin juga pecah dengan Sergey Nechuyev yang menurutnya adalah seorang penerap metode Jesuit: segala cara dihalalkan untuk mencapai tujuan revolusioner.

Meski demikian, filosofi gerakan sebagai fundamen awal dalam meneruskan perlawanan terhadap kekuasaan dengan cara kekerasan, tidak juga bisa dibantah dalam segitiga Marx-Bakunin-Nechayev. Bakunin sebagai pendukung anarkisme juga menjadi pendukung Propaganda of the Deed (Propaganda dalam Perbuatan). Dalam Letter to a Frenchman on the Present Crisis (1870), dia menyatakan, “Kita mesti menyebarkan prinsip-prinsip kita, bukan dengan kata-kata tapi dengan perbuatan, karena ini adalah bentuk propaganda yang paling populer, ampuh dan tak tertandingi.”

Slogan propaganda dengan perbuatan yang diduga pertama kali digunakan oleh Carlo Pisacane (1818-1857), revolusioneris dari Italia, ini pada era 1880-an, kemudian digunakan untuk merujuk aksi pemboman, pembunuhan pejabat dan tirani. Aksi yang secara faktual dimasukkan dalam bilik terorisme.

Pendukung anarkisme dari Italia, Errico Malatesta, seperti tercantum dalam buku Anarchism: A Documentary History of Libertarian Ideas, Volume One (2015) pada tahun 1895 menyatakan, kekerasan komunal dimaksudkan untuk memicu aksi-aksi revolusioner. Artinya, kekerasan dianggap sebagai hal yang “benar” dalam sebuah gerakan revolusioner.

Karena itu pula, membincangkan soal “terorisme”, yang menjadi penting untuk ditelisik adalah apakah teror yang dimaksud dilakukan terhadap negara ataukah warga biasa? Bagaimanakah definisi terorisme?

(bersambung…)

One thought on “Terorisme, Stigma yang Dibelokkan ke Dinding Islam

Leave a Reply