Seluruh Substansi Konstitusi Kita Hakikatnya Diperuntukkan untuk Anak-anak Indonesia – indhie.com

Seluruh Substansi Konstitusi Kita Hakikatnya Diperuntukkan untuk Anak-anak Indonesia

Pertanyaan kita semua adalah mengapa anak-anak kita terlantar?
Rafdinal SSos MAP


Rafdinal SSos MAP 

Dosen FISIP UMSU
Wakil Ketua PD Muhammadiyah Medan
Calon DPD RI asal Sumatera Utara 2024-2029 


 

MEMPERINGATI Hari Anak Indonesia yang jatuh pada 23 Juli, Negara dan Pemerintahan Indonesia mestinya lebih memahami hak-hak dasar anak Indonesia. Kepahaman yang bisa terlihat dan tercermin dalam anggaran negara dan pos-pos program yang diberlakukan di Indonesia.

Pada dasarnya, seluruh isi konstitusi kita, UUD 1945, diperuntukkan untuk anak-anak Indonesia. Tidak hanya soal hak kesehatan, anak-anak terlantar ataupun yang eksplisit dituliskan dalam UUD 1945 Pasal 28B atau Pasal 34, tapi seluruh pasal termasuk Pembukaannya. Karena itu, seluruh anggaran yang diposkan pemerintah mestinya memahami hak-hak anak Indonesia dalam dimensi seluas-luasnya. Hidup, tumbuh, dan berkembang seperti kata UUD 1945 itu sangat luas penjabarannya.

Keprihatinan, perjuangan, dan tanggung jawab kemerdekaan yang kemudian diletakkan pendiri bangsa dalam UUD 1945 dan Pembukaannya, keseluruhannya diperuntukkan untuk anak-anak Indonesia sehingga anak-anak Indonesia tidak lagi mengalami nasib yang sama seperti saat Indonesia dijajah. Di Pembukaan, ditegaskan pemerintahan dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Jadi sudahlah jelas, seluruhnya.

Karena itu, hak-hak anak Indonesia tidak hanya dibatasi oleh Pasal 28B ataupun Pasal 34. Seperti diketahui, Pasal 28B UUD 1945 ayat (2) menyebutkan setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Sementara Pasal 34 menyatakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.

Jadi, kita seharusnya tidak terjebak hanya pada kata ‘anak’ dalam UUD 1945. Karena memang hanya dua pasal itu yang eksplisit menyatakan soal ‘anak’. Namun, sekali lagi, pada dasarnya seluruh substansi konstitusi adalah untuk anak Indonesia.



Misalnya soal melindungi anak bukan hanya ketika dia sudah lahir, melainkan jauh ketika anak-anak itu belum lahir. Karena itu, ada kewajiban bagi pemerintah yang dibentuk untuk melindungi lingkungan anak-anak itu sebelum lahir, misalnya soal keluarga, kesehatan ibu dan ayahnya, pola asuh anak, pernikahan, agamanya, penyiapan pendidikannya, dan seterusnya. Setelah dia lahir, maka hak-anak anak akan semakin banyak. Selain pendidikan, juga penghidupan, seperti hak-hak ekonomi, budaya, hukum, dan lain-lain, keseluruhnya wajib diperuntukkan anak-anak Indonesia. Jadi, jangan terkecoh hanya soal kesehatan ataupun anak-anak terlantar.

Dalam kerangka itu, usulan persentase anggaran untuk kesehatan anak, pada dasarnya bukan saja diperuntukkan untuk anak dan mesti diperluas. Misalnya masalah kesehatan seperti stunting, itu bukan untuk anak saja, melainkan untuk kesejahteraan dan kesehatan keluarganya, terutama ibunya. Dan lebih luas lagi pada masyarakat di mana anak itu berada dan nantinya akan lahir. Jadi, jauh sebelum anak-anak Indonesia dilahirkan.

Ketika anak itu dilahirkan, maka perhatian lebih luas dan khusus akan lebih kuat lagi ditujukan. Misal yang khusus soal anak-anak disabilitas ataupun mengalami diskriminasi hingga terlantar.

Pertanyaan kita semua adalah mengapa anak-anak kita terlantar? Sebenarnya, itu yang ingin diantisipasi oleh pendiri bangsa. Seharusnya dan jangan sampai ada anak-anak kita terlantar, terganggu kesehatan dan kesejahteraannya. Tidak boleh. Karena itu, soal anak bukan hanya tanggung jawab Kementerian Kesehatan ataupun hanya Kementerian Sosial semata. Bukan soal layanan kesehatan ataupun sosial semata.

Soal pendidikan misalnya. Mencerdaskan kehidupan bangsa itu kewajiban negara. Lalu sektor pendidikan kita sudah bagaimana? Sekarang masalah pendidikan seperti kasta-kasta dan pemerataan akses pendidikan, mahalnya sekolah, dan hal-hal teknis detail lainnya, justru mengemuka.

Belum lagi soal pergaulan, kriminalitas, gempuran budaya asing, terpaan informasi dan teknologi komunikasi, anak-anak di bawah umur yang harus bekerja membantu orang tuanya dan bahkan perdagangan anak, masalah tempat tinggalnya seperti lingkungan hidup apakah di kota hingga pelosok-pelosok daerah tertinggal di mana dia tumbuh dan berkembang, sektor gizinya apakah dari pertanian ataupun kelautan perikanan, minat dan bakat dirinya di seluruh sektor apakah di bidang seni budaya olahraga dan lain-lain, dan seterusnya. Jadi, seluruh sektor kementerian harus terlibat dan memahami hak-hak dasar anak Indonesia.

Anak-anak kita mengalami itu semua. Jadi, negara harus melindungi itu semua. Masalah anak jangan dan tidak boleh disempitkan ke salah satu sektor kementerian semata.

Menjadi tugas seluruh komponen bangsa untuk mengingatkan negara dan pemerintahan untuk ambil perhatian yang lebih besar dan sungguh-sungguh terhadap anak-anak Indonesia. Kalau substansi dasar dari konstitusi sudah benar-benar dipahami oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, maka soal-soal anggaran dan program-program di dalam pos anggaran itu, tidak lagi menjadi bahan perdebatan yang tak kunjung usai. (*)