HM Busyro Muqoddas: Apakah Pemimpin Jujur Bisa Dihasilkan Lewat Pemilu yang Diwarnai Money Politik? – indhie.com

HM Busyro Muqoddas: Apakah Pemimpin Jujur Bisa Dihasilkan Lewat Pemilu yang Diwarnai Money Politik?

Busyro mengkritisi kepemimpinan, jalannya kenegaraan, Pemilu 2024, hingga KPK, saat membuka Regional Meeting I Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah di Kampus UMSU, Medan.
Ketua PP Muhammadiyah HM Busyro Muqoddas bersama Dirut Bank Sumut Babay Parid Wazdi dalam Regional Meeting MHH PP Muhammadiyah se-Sumatera di Auditorium Kampus UMSU pada Rabu (5/7/2023). [foto: Said Harahap]

MEDAN | Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dr HM Busyro Muqoddas SH MHum, menegaskan, rakyat Indonesia saat ini sedang hidup dalam suasana kenegaraan yang tidak pernah menunjukkan sikap keseriusan dalam tata kelolanya. Busyro mempertanyakan, apakah pemimpin yang jujur itu bisa dihasilkan lewat pemilu yang selalu diwarnai money politik, riswah politik?

Meski dalam kondisi demikian, dari dulu, menurut Busyro, PP Muhammadiyah justru sungguh-sungguh memikirkan negara ini. Di antara kesungguhan aktivitas Muhammadiyah itu adalah melalui Majelis Hukum dan HAM (MHH) yang menggelar Regional Meeting I MHH PP Muhammadiyah se-Sumatera dan Kalimantan Barat di kampus Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan pada Rabu-Kamis (5-6/2023).

“Regional meeting ini dilakukan oleh MHH dan LKHP untuk melakukan solving problems, terutama masalah kemasyarakat yang akan dipotret dengan akademis. Dan hasilnya kita sampaikan dengan tulus ikhlas, (berupa) buku putih, buku biru, akan kita sampaikan ke bapak ibu yang sedang berkhidmat di pemerintahan. Akan kita kawal di seluruh Indonesia,” terang Busyro ketika membuka Regional Meeting itu. (Lihat juga berita: UMSU Tuan Rumah Regional Meeting I Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah se-Sumatera)

Dijelaskan Busyro, Muhammadiyah sangat bersungguh-sungguh memikiran negara Indonesia. “Karena kita sedang hidup dalam suasana kenegaraan yang tidak pernah menunjukkan sikap keseriusan dalam tata kelolanya. Mengapa kita serius sementara negara tidak serius? Tetapi kita Muhammadiyah, mari kita sungguh-sungguh memikirkan negara itu. Tapi dengan cara yang agak santai sedikit. Supaya kita tetap tabah, sabar, ikhlas dan seterusnya di dalam memikirkan dan mengadvokasi rakyat yang semakin terkapar, dan sekaligus mengadvokasi negara kita. Bagaimanapun, negara ini adalah milik kita bersama. Jadi itu watak Islam, watak Muhammadiyah,” tegas Busyro.

Busyro lalu mendasarkan pemaparannya pada Al-Quran Surah Ibrahim ayat 24, 25, dan 26, yang pada intinya Allah membuat perumpaan perbuatan manusia dengan akar, pohon, serta buat yang dihasilkannya. “Busyro juga menegaskan, ketiga ayat itu (Surah Ibrahim ayat 24, 25, 26) merupakan jiwa dari Pancasila, Pembukaan UUD 1945. Bila itu diterapkan oleh pengelola negara ini, tidak akan ada masyarakat yang timpang. Tapi kenyataannya, sejak pemilu 2004-2019, selalu diwarna dengan riswah politik berupa sogok ke masyarakat, sehingga melahirkan struktur birokrasi yang korup,” kata Busyro dengan tajam.



Menurut Busyro, Indonesia sekarang sudah krisis dengan kekuatan imajinatif. “Kita tidak bisa berimajinasi kepemimpinan yang sesungguhnya itu siapa. Apakah kita sedang dipimpin oleh insan otentik, insan kamil? Apakah pemimpin yang jujur itu bisa dihasilkan lewat pemilu yang selalu diwarnai money politik, riswah politik? Apakah UU Pemilu, pilkada itu, dapat memenuhi hak-hak rakyat Indonesia untuk mendapat pemimpin yang jujur? Itu pertanyaan kita,” kata Busyro.

Ditegaskan Busyro, dalam kegelapan penegakan hukum, etika kejujuran, etika ekonomi, etika kebijakan publik, maka basis kejujuran, nilai-nilai agama, dan Pancasila yang benar menjadi pertanyaan masyarakat. “Kalau (nilai-nilai itu) ada, maka tidak akan ada RUU Kesehatan yang sangat bermasalah, yang ini kalau dipaksakan pengesahannya, maka pemerintah bersama DPR, itu mengulang sikap politik sebagai RUU Cipta Kerja, RUU revisi KPK, revisi MK, dan sebagainya,” ucap Busyro.

Busyro lalu memaparkan data-data mengenai kepemilikan kebun kayu, korporasi logging, grup usaha yang mendapatkan pelepasan kawasan hutan untuk membangun kebun sawit, akumulasi penguasaan lahan oleh korporasi berbanding dengan wilayah kelola rakyat, di mana 93% alokasi lahan diberikan kepada korporasi dan hanya 7% kepada rakyat. Alokasi penguasaan lahan oleh korporasi, dipaparkan, terbesar berada di Pulau Kalimantan yaitu 46% dari total seluruh alokasi lahan. “Akhirnya berdampak pada suatu konfigurasi yang terkait dengan penguasaan lahan oleh korporasi dan yang dikelola rakyat, sejak Sumatra hingga Papua,” terang Busyro.

(Lanjut Baca: Busyro tentang KPK…)