YOGYAKARTA | Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menjelaskan pentingnya penggunaan hisab wujudul hilal. Hal itu menyangkut cara menentukan waktu-waktu khusus seperti awal Ramadan, 1 Syawal dan 10 Dzulhijjah, hingga nantinya ke jadwal ibadah harian umat Islam.
Dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir didampingi jajaran pimpinan pusat Muhammadiyah lainnya menjabarkan tiga alasan untuk metode hisab, di acara Media Gathering PP Muhammadiyah menjelang Hari Raya Idulfitri 1444 H di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, pada Selasa (18/4/2023),
“Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal secara praksis untuk menjawab keresahan umat tentang penentuan waktu-waktu penting ibadah umat Islam, yang berkorelasi dengan penjadwalan untuk aktivitas lain di luar ibadah khusus,” tegas Prof Haedar Nashir.
Haedar menjelaskan, terkait dengan metode hisab hakiki wujudul hilal, metode ini ditopang tiga hal yang kokoh, yakni landasan atau pilar teologis, sains, dan praktis untuk memudahkan umat dalam menentukan agenda-agenda penting lainnya.
Diterangkannya, hal pertama adalah landasan teologis atau keagamaan berasal dari Al Qur’an maupun Hadis. Dalam Al Qur’an, tidak sedikit surat yang menerangkan tentang metode hisab untuk menentukan waktu, termasuk Hadis Nabi Muhammad SAW.
Alasan kedua adalah sains, bahwa Islam merupakan agama yang cinta pada ilmu. Wujud yang dipahami oleh Muhammadiyah sebagaimana konsep wujud itu, yaitu prinsip keberadaan. Hilal sebagai benda langit sangat bisa diamati melalui alat hasil atau produk ilmu pengetahuan. “Bagi kami tidak bisa melihat dan tidak bisa tampak di hadapan kita belum tentu hilal itu tidak ada. Bagi kami konsepnya jauh lebih kuat jika konsepnya wujud atau ada,” tegas Haedar.
Alasan ketiga adalah praksis atau kemudahan, disebutkan bahwa dalam beragama Allah SWT menghendaki kemudahan bukan kesusahan. Kemudahan yang dimaksud oleh Muhammadiyah bukan yang pragmatis, tetapi kemudahan yang diberikan oleh agama. “Muhammadiyah memandang kemudahannya banyak dari metode hisab itu,” ujar Haedar.
Salah satu kemudahan yang didapatkan dari penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal, imbuh Haedar, umat akan lebih mudah menentukan rencana, karena penentuan waktu-waktu penting bagi umat Islam. “Dengan hisab kita akan bisa menghitung 50 sampai 100 tahun ke depan. Tapi kalau misalkan tunggu besok satu min H, itu kan susah. Dan seperti hidup kita sehari-hari dalam bertransaksi dengan kalender yang kemudian menjadi pasti,” jelas Haedar.
Ditambahkan Haedar, meskipun saat ini masih mengalami penolakan, Muhammadiyah yakin bahwa metode hisab akan digunakan secara umum oleh umat Islam di Indonesia, bahkan seluruh dunia.
Seperti penggunaan jam sebagai penanda waktu salat, Haedar meyakini bahwa suatu saat ini umat Islam seluruh dunia akan menerapkan metode hisab wujudul hilal sebagai landasan dalam menentukan waktu-waktu penting ibadah yang lain umat Islam. “Sekarang kita bisa mudah sekali untuk salat dhuhur dan segala macam tanpa harus melihat matahari,” kata Haedar.
Dalam menentukan waktu salat, saat ini dari golongan dan negara manapun memakai jadwal yang sudah pasti. Muhammadiyah ingin dalam menetapkan awal Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah juga menggunakan seperti itu. Namun, hal itu membutuhkan waktu yang tidak pendek, bahkan bisa jadi membutuhkan waktu satu abad. Oleh karena itu, untuk saat ini ketika masih terjadi perbedaan penentuan umat Islam tidak perlu saling menuding dan caci maki. “Kami pun menghargai bagi saudara-saudara, maupun negara yang masih menganut sistem dan metode lain,” ujar Haedar.
Keyakinan Haedar berkaca pada sejarah KH. Ahmad Dahlan yang menentukan arah kiblat masjid di Indonesia memakai perhitungan ilmu falak. Meski awalnya ditentang begitu rupa, namun yang dilakukan oleh Kiai Dahlan saat ini diikuti oleh bahkan seluruh umat Islam di Indonesia.
“Tapi sekarang Alhamdulillah, bahkan Kementerian Agama membikin sertifikasi, bahwa setiap masjid harus dapat sertifikat arah kiblat yang benar. Bahwa perubahan untuk memakai kalender Islam global itu memerlukan waktu satu abad lagi,” tambah Haedar.
Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal merupakan landasan yang bisa digunakan oleh generasi mendatang supaya hidup menjadi praktis. Islam harus menjawab tantangan yang ada di masyarakat modern yang memerlukan kepastian.
“Kepastian transaksi, kepastian tentang hari dan tanggal dan lain sebagainya. Yang tidak pasti dalam terawangan kita kan kematian dan ajal,” kata Haedar. “Dan benda-benda langit itu juga beredar dengan kepastian. Apa ada bulan itu demi toleransi mundur dulu? Bulan itu mau datang, ya, datang, matahari mau terbenam, ya, terbenam.”
Oleh karena itu, Muhammadiyah sampai saat ini terus mendorong segera direalisasikan kalender Islam global, diharapkan melalui kesepakatan waktu dalam kalender tersebut, keresahan-keresahan yang dihadapi umat Islam sekarang tidak terjadi kembali.
Seperti diketahui, melalui metode hisab ini, Muhammadiyah telah jauh-jauh hari menentukan tanggal 1 Syawal 1444 H atau Idul Fitri 1444 H/2023 jatuh bertepatan pada Jumat 21 April 2023. (*)