BINTAN | Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura resmi ditandatangani di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa 25 Januari 2022. Disaksikan Presiden Indonesia, Joko Widodo, dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, perjanjian ini ditandatangi oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna H. Laoly, dan Menteri Dalam Negeri/Menteri Hukum Singapura, K. Shanmugam,
Dalam keterangan pers Kemenkumham pada Rabu (25/1/2022), Menkumham Yasonna H Laoly menjelaskan, ruang lingkup Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura adalah kedua negara sepakat untuk melakukan ekstradisi bagi setiap orang yang ditemukan berada di wilayah negara diminta dan dicari oleh negara peminta untuk penuntutan atau persidangan atau pelaksanaan hukuman untuk tindak pidana yang dapat diekstradisi.
Selain itu, perjanjian ini akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri. Pasalnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.
Bagi Indonesia, pemberlakuan Perjanjian Ekstradisi dapat menjangkau secara efektif pelaku kejahatan di masa lampau dan menfasilitasi implementasi Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Yasonna menjelaskan, Perjanjian Ekstradisi ini memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)Indonesia.
Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat diekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme.
BACA JUGA: Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura Diteken
Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura ini telah diupayakan Indonesia sejak 1998 lalu. Dikutip dari keterangan pers Kemenkumham per Selasa (26/1/2022) , beberapa momen menuju ditekennya perjanjian di 2022 ini setelah mulai diupayakan pada 1998 lalu yaitu:
- Pada 16 Desember 2002, bertempat di Istana Bogor, pertemuan bilateral antara Presiden Indonesia, Megawati Soekarnoputri, dan Perdana Menteri Singapura, Goh Chok Thong, salah satunya menghasilkan kesepakatan bahwa Indonesia dan Singapura akan menyusun action plan pembentukan Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura.
- Pada 27 April 2007, di Istana Tampaksiring, Bali, Indonesia, Menteri Luar Negeri Indonesia, Hasan Wirajuda, dan Menteri Luar Negeri Singapura, George Yeo, menandatangani Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura yang disaksikan oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong.
- Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura 2007 itu tidak dapat diberlakukan karena Pemerintah Indonesia dan Singapura belum meratifikasi perjanjian tersebut. Alasannya, karena Pemerintah Indonesia dan Singapura sepakat agar pengesahan Perjanjian Ekstradisi dilakukan secara paralel dengan pengesahan Perjanjian Kerja Sama Keamanan Indonesia–Singapura.
- Komisi I DPR periode 2004–2009 dalam Rapat Kerja dengan Menteri Luar Negeri pada 25 Juni 2007, menolak untuk mengesahkan Perjanjian Kerja Sama Keamanan yang telah ditandatangani sehingga berdampak pada proses ratifikasi Perjanjian Ekstradisi Indonesia–Singapura.
- Pada 8 Oktober 2019 digelar Leaders’ Retreat Indonesia–Singapura membahas kembali tentang Persetujuan Penyesuaian Batas Wilayah Informasi Penerbangan Indonesia-Singapura (Realignment Flight Information Region/FIR) dan Perjanjian Kerja Sama Keamanan. Leaders’ Retreat dimulai pada 2016 hingga saat ini.
- Menindaklanjuti Leaders’ Retreat 2019, Menkumham kemudian mengusulkan agar Perjanjian Ekstradisi yang sejak awal diparalelkan dengan Perjanjian Kerja Sama Keamanan juga dibahas kembali dalam framework for discussion.
- Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura diteken di Bintan, Kepri, Selasa 25 Januari 2022.
Usai penandatanganan, Menkumham Yasonna menegaskan, Perjanjian Ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar (deterrence) bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura. (*)