Jalaluddin Rumi
Sumber: Masnawi; Senandung Cinta Abadi (IRCiSod, Yogyakarta, 2017)
Penerjemah: Prof Dr Abdul Hadi WM
PADA suatu masa ada seorang raja yang kedaulatannya meliputi dua alam. Pada suatu hari baginda pergi berburu bersama pengiring-pengiringnya.
Di sebuah jalan raya baginda melihat seorang hamba perempuan yang sangat cantik yang membuat hati baginda terpesona.
Seperti burung yang terkungkung dalam sangkar, jiwa baginda menggelepar, dan tanpa berpikir banyak baginda mengeluarkan uang untuk membeli gadis itu.
Sesudah keinginannya terkabul, malang tak dapat ditolak: tak lama kemudian gadis itu pun jatuh sakit.
Seperti orang punya keledai namun tak punya pelana, demikian keadaan baginda: ketika pelana didapat keledainya dilarikan serigala.
Dia punya kendi, namun air tidak ada: ketika air telah didapat, kendi tiba-tiba pecah berkeping-keping.
Raja segera menghimpun tabib dari seluruh pelosok negeri dan berkata: “Hidup kami berdua terletak di tangan kalian.
Keadaanku jangan dirisaukan, namun gadis ini ialah hidup dan segala-galanya bagi hidupku. Hatiku pilu dan luka, dia saja yang dapat menyembuhkan sakitku.
Dia yang dapat menyembuhkan sakitnya tentu akan gembira sebab akan membawa pulang berkarung-karung uang dan permata.”
Tabib-tabib itu menjawab, “Taruhan kami ialah nyawa, kami akan menguras pikiran kami, itulah modal kami.
Masing-masing dari kami ialah Juru Selamat sebuah dunia: obat untuk semua penyakit ada pada kami!”
Karena sangat sombongnya tabib-tabib itu lupa mengucapkan, “Insya Allah!” Karena itu Tuhan menunjukkan kepada mereka bahwa manusia sesungguhnya daif dan penuh kekurangan.
Ratusan janji tak terpenuhi disebabkan kerasnya hati orang yang berjanji: mengucap janji tak penting, karena tak jarang sebuah janji merupakan lontaran kata-kata manis belaka.
Sering orang tak berjanji apa pun, namun jiwa perbuatannya sejalan dengan jiwa dari janji yang diniatkan dalam hatinya.
Semakin banyak obat diberikan dan pengobatan dilakukan, si gadis semakin parah sakitnya, dan raja kecewa keinginannya tak terpenuhi.
Tubuh gadis itu kini kurus kering, bagaikan sehelai rambut dan mata baginda bagaikan sungai yang deras, air mata darah mengalir terus-menerus.
Agaknya memang ditakdirkan—ramuan obat dari campuran mau dan cuka hanya menerbitkan kesal, minyak buah badam mengakibatkan tubuh gadis itu semakin ceking.
Mirabola yang diberikan menimbulkan sembelit, ketegangan pun timbul; air mata bercucuran dari nyala api bagaikan nafta. (*)
Catatan:
- “Kisah Raja yang Mencintai Gadis Hamba Sahaya” diambil dari buku Masnawi; Senandung Cinta Abadi karya Jalaluddin Rumi diterjemahkan dari The Mathnawi of Jalaluddin Rumi Vol.1 oleh Prof Dr Abdul Hadi WM, diterbitkan IRCiSod, Yogyakarta, 2017. Judul asli karya Jalaluddin Rumi ini adalah Masnawi-i-Ma’nawi ditulis pada abad ke-13 dalam bahasa Persia.