Rabu, 6 Desember 2017. Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Sebagai konsekuensi putusan itu, Presiden yang kaya karena bisnis judi di Las Vegas ini, juga mengumumkan akan memindahkan kedutaan besar (kedubes) AS ke Yerusalem dari sebelumnya, Tel Aviv. Dunia langsung menyerang Trump.
Namun, putusan Trump ini ternyata bukan keputusannya pribadi melainkan kebijakan politik AS sejak lama. Ada pada 23 Oktober 1995, Kongres AS menyetujui The Jerusalem Embassy Act of 1995 sebagai Undang-undang (UU). UU itu menyebutkan, AS akan memulai pemindahan (sekaligus pendanaan) kedubes AS ke Yerusalem paling lambat tanggal 31 Mei 1999. UU itu juga menyebutkan bahwa Yerusalem merupakan kota yang “an undivided city” atau sebuah kota yang tidak terbagi dan karena itu pula diakui sebagai ibukota Israel.
Keputusan kongres ini kemudian diadopsi oleh Senat dan DPR AS. UU ini sendiri merupakan kemenangan dari lobi-lobi The American Israel Public Affairs Committee (AIPAC) dan Partai Republik kala itu. Walau UU ini kemudian ditunda pelaksanaannya oleh presiden-presiden AS sebelum Trump, namun fakta ini menunjukkan keberpihakan AS kepada Israel dan bukannya Palestina.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga bereaksi. Resolusi yang mengecam keputusan AS didukung oleh 14 anggota Dewan Keamanan PBB lainnya, namun diveto oleh AS pada tanggal 18 Desember 2017. Namun, sebuah resolusi berikutnya yang mengecam keputusan AS disahkan dalam Majelis Umum PBB.
AS langsung bereaksi dan mengkritik negara-negara yang menyetujui resolusi PBB itu. Tidak hanya itu, AS juga berencana memotong bantuan pendanaan mereka terhadap PBB sebesar US$285 Juta.
* * *
Yerusalem merupakan kota target utama Israel sejak mula berdiri. Pada 5 Desember 1949, David Ben-Gurion, Perdana Menteri Israel pertama, memproklamirkan Yerusalem sebagai ibukota abadi dan suci bagi Israel. “Yerusalem adalah jantung negara Israel. Kami tidak dapat membayangkan, PBB akan memisahkan Yerusalem dari negara Israel ataupun membahayakan kedaulatan Israel dari ibukota abadinya,” katanya di depan sidang lembaga DPR Israel, Knesset, waktu itu.
Gurion memang melaksanakan pernyataannya. Sejak 1950, seluruh pusat pemerintahan Israel berada di Yerusalem kecuali kementerian pertahanan mereka yang berada di Tel Aviv. Pada tahun itu, Yerusalem masih terbagi antara Israel dan Yordania. Israel menguasai Yerusalem Barat.
Pada 30 Juli 1980 Israel mengeluarkan Basic Law: Jerusalem, Capital of Israel, yang ditandatangani Perdana Menteri Israel, Menachem Begin, dan Presiden Israel, Yitzchak Navon. Dalam hukum yang merupakan konstitusi dasar Israel itu dinyatakan: “Jerusalem, complete and united, is the capital of Israel“; dan sebagai lokasi kompleks kepresidenan, Knesset, pemerintahan dan peradilan.”
Namun, Dewan Keamanan PBB, melalui Resolusi 478 pada 20 Agustus 1980, menyatakan konstitusi Israel ini adalah “pelanggaran hukum internasional”, tidak sah dan tidak berlaku lagi dan harus dibatalkan segera. Negara-negara anggota diminta untuk menarik perwakilan diplomatik mereka dari Yerusalem. Setelah resolusi tersebut, 22 dari 24 negara yang sebelumnya memiliki kedutaan di Yerusalem Barat, pindah ke Tel Aviv. (*)
penulis/perangkum: nirwansyah putra
sumber: dirangkum dari berbagai sumber
catatan: artikel ini terdiri dari tiga tulisan yaitu Yerusalem, Konspirasi Perusuh dan Penjajah Global; Yerusalem, Maju di Tangan Islam, Hancur di Tangan Israel; dan Israel, Skenario dari London.
6 thoughts on “Yerusalem: Konspirasi Perusuh dan Penjajah Global”