MEDAN | Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut), dinilai, terkesan menghalangi korban kejahatan untuk mendapatkan keadilan kasus pelaporan terhadap Lindawati alias Juiling ke Polres Simalungun pada 14 Mei 2016 dengan laporan polisi (LP) Nomor: LP/129/V/2016/SU/Simal.
Sesuai surat Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun Nomor: B-3211/N.2.24/Epp.1/12/2018 tanggal 18 Desember 2018, bahwa berkas perkara Nomor: BP/85/IX/2018/Reskrim tanggal 13 September 2018, dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun hingga sekarang tersangka dan barang bukti belum dilimpahkan.
“Berkas telah P21 (lengkap) dari kejaksaan menunjukkan perkara tindak pidananya telah terpenuhi berdasarkan penelitian penuntut umum. Selanjutnya, kewajiban dari penyidik kepolisian untuk menyerahkan tersangka dan barang bukti untuk dilakukan penuntutan. Dengan tidak dilakukannya penyerahan tersangka, penyidik kepolisian terkesan menghalangi korban kejahatan untuk mendapatkan keadilan,” kata praktisi hukum, Nuriyono, menanggapi, pada Ahad (2/2/2020).
Sesuai Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor: B/01/I/2019/Reskrim Polres Simalungun tanggal 4 Januari 2019, bahwa berkas perkara Nomor: BP/85/IX/2018/Reskrim tanggal 13 September 2018, telah dilimpahkan ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumut sesuai dengan surat Kapolres Simalungun Nomor: K/34/XII/RES.7.5./2018, tanggal 21 Desember 2018.
Nuriyono, yang mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, ini, menegaskan agar segera melimpahkan tersangka dan barang bukti ke JPU untuk disidangkan.
“Kalau karena tidak ditahannya tersangka menghalangi kelancaran penyidikan dan penuntutan, maka tersangka harus ditahan. Karena tidak ditahannya tersangka adalah diskresi penyidik dan tidak boleh menjadi penghalang dalam penyidikan dan penuntutan,” tegasnya.
Praperadilan
Ditanya bagaimana pandangannya dengan adanya praperadilan yang dimohon tersangka Lindawati alias Juiling ke Pengadilan Negeri (PN) Medan terkait sah atau tidak sahnya penetapan tersangka, Nuriyono menjelaskan, objek prapid yang diatur Pasal 77 KUHAP mengatur tentang sah atau tidaknya penangkapan atau penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
“Salah satu contoh, setelah perkara prapid Budi Gunawan, sah atau tidaknya penetapan tersangka menjadi objek Prapid. Permohonan prapid dinyatakan gugur bila pokok perkara telah disidangkan. Sepanjang belum diperiksa pokok perkara permohonan prapid dapat diajukan,” paparnya.
Sementar aitu, Kasubid Penmas Polda Sumut AKBP MP Nainggolan yang konfirmasi menyebutkan, merupakan hak setiap warga negara. “Mempraperadilkan polisi ‘kan hak orang. Tidak bisa kita larang. Nanti yang menilai pengadilan,” sebut Nainggolan.
“Pokoknya kalau mau menprapidkan polisi itu adalah haknya mereka. Kita persilahkan,” tambahnya.
Ditanya sikap Polda Sumut dalam berkas perkara Lindawati alias Juiling yang sudah P21 hingga satu tahun tersangka belum diserahkan ke Kejari Simalungun, AKBP MP Nainggolan mengatakan akan mempertanyakannya terlebih dahulu.
“Itu harus kita tanya dulu. Apa tersangkanya sudah kabur atau bagaimana dan lain-lain. Kita tidak tau apa kendalanya. Yang pasti kita serius menangani perkaranya. Buktinya berkas sudah P21,” jelasnya. (*)
Laporan: Hendra