Di Pengajian Muhammadiyah, Rafdinal: Jangan Lengah, Kita dalam Ghazwul Fikri, Perang Pemikiran – indhie.com

Di Pengajian Muhammadiyah, Rafdinal: Jangan Lengah, Kita dalam Ghazwul Fikri, Perang Pemikiran

Ghazwul fikri mempunyai dampak yang sangat merusak, terutama akidah umat Islam.
Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kota Medan, Rafdinal SSos MAP dalam pengajian rutin di Masjid Taqwa Ranting Muhammadiyah Sunggal, Medan, pada Selasa (4/7/2023) malam. [foto: ist]

MEDAN | Umat Islam secara keseluruhan tidak boleh berpangku tangan di masa-masa kritis sekarang ini. Meski di Indonesia saat ini boleh dikatakan tidak ada perang konvensional atau perang fisik, tetapi “ghazwul fikri” atau perang pemikiran justru sedang bergolak secara terus-menerus. Hal itu diindikasikan dengan banyaknya ide-ide, pemikiran, serta budaya yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keislaman yang menerpa umat Islam secara keseluruhan, tidak hanya di Indonesia melainkan seluruh dunia.

Demikian dikatakan Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kota Medan, Ustadz Rafdinal SSos MAP dalam pengajian rutin di Masjid Taqwa Ranting Muhammadiyah Sunggal, Medan, pada Selasa (4/7/2023) malam.

“Umat Islam Indonesia telah masuk dalam titik-titik kritis. Kita berada dalam masa ghazwul fikri atau perang pemikiran. Kita tidak boleh lengah sedikitpun. Umat Islam harus bergandeng tangan melindungi Indonesia yang kita cintai ini,” tegas Rafdinal.

Dijelaskan Rafdinal, meski perang konvensional atau perang fisik, tidaklah terjadi di Indonesia melainkan di negara-negara lain, tetapi di Indonesia justru ghazwul fikri justru sedang dan terus bergolak. “Ghazwul berarti serangan, sedangkan fikr berarti pemikiran. Jadi, secara bahasa ghazwul fikri dapat diartikan sebagai serangan pemikiran,” jelas Rafdinal yang maju sebagai Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada Pemilu 2024 mendatang ini.



Dijelaskan Rafdinal, sebagian menganggap ghazwul fikr juga bisa dimaknai sebagai perang ideologi, politik, budaya, dan lain sebagainya. “Perang ini bukan dengan senjata atau peluru, melainkan berwujud ide, propaganda, tulisan-tulisan, media, dan bentuk lainnya yang diterpakan dan disebarkan secara masif ke masyarakat Islam secara keseluruhan. Misalnya, sudah ada pemikiran untuk melegalkan praktik yang tidak sesuai dengan Islam seperti perilaku LGBT, dan saat-saat sekarang sedang intens pula propaganda pernikahan antar agama,” terang Rafdinal.

Rafdinal menambahkan, ghazwul fikr mempunyai dampak yang sangat merusak. “Dampak buruknya terjadi terus-menerus, ke generasi-generasi berikutnya. Kalau perang fisik hanya berdampak pada saat perang itu terjadi, tetapi ghazwul fikr lebih langgeng karena dia masuk dalam seluruh sektor pemikiran dan kehidupan. Jadi yang dirusak adalah generasi, nilai-nilai dasar keislaman, nilai-nilai dasar kebangsaan dan kenegaraan, bukan fisik,” kata Rafdinal yang dikenal sebagai akvitis Islam yang gigih.

Lebih jauh Rafdinal menuturkan, rusaknya akhlak dan pemikiran umat Islam akan mengarah pada kerusakan akidah umat. “Kita tidak boleh anti pemikiran asing ataupun non-Islam, tetapi umat Islam harus kritis dan sangat kuat filosofisnya. Apalagi sekarang ini, dunia sudah begitu terbuka, arus informasi begitu bebas. Karena itu, sektor pendidikan, karakter, keluarga, sosial politik, ekonomi, dan terutama media-media kita sebagai distributor pemikiran-pemikiran tersebut, harus kuat dan mandiri. Kebergantungan adalah kelemahan utama yang disasar dalam ghazwul fikr ini,” tegas Rafdinal yang merupakan aktivis mahasiswa 1998 itu. (*)


Laporan: Rozi Hasibuan