JENEWA | Badan cuaca PBB, UN World Meteorological Organization (WMO), memperingatkan, El Niño dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia kemungkinan akan mendorong suhu ke “wilayah yang belum dipetakan.” Kenaikan suhu global yang belum pernah terjadi sebelumnya diprediksi akan melewati ambang batas 1,5 derajat Celcius (2,6 derajat Fahrenheit) dalam lima tahun ke depan.
Dilansir dari Space tengah Mei 2023 kemarin, menurut WMO, ada kemungkinan 66% kalau suhu akan menembus ambang 1,5 C tersebut. Jika itu terjadi, maka akan sangat meningkatkan risiko yang dapat menyebabkan kerusakan iklim yang tidak dapat diubah, seperti runtuhnya lapisan es Greenland dan Antartika Barat, gelombang panas ekstrim, kekeringan parah, tekanan air, dan cuaca ekstrem di sebagian besar dunia.
Sebelumnya, sekitar 200 negara telah berkomitmen dalam Perjanjian Paris 2015 untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 C atau kurang dari itu. Namun, hal itu kemungkinan akan bisa ditabrak.
“El Niño yang memanas diperkirakan akan berkembang dalam beberapa bulan mendatang, dan ini akan digabungkan dengan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia untuk mendorong suhu global ke wilayah yang belum dipetakan,” kata Sekretaris Jenderal WMO, Petteri Taalas, “Ini akan berdampak luas bagi kesehatan, ketahanan pangan, pengelolaan air, dan lingkungan. Kita perlu bersiap.”
El Niño terjadi ketika angin pasat, yang biasanya mendorong air hangat ke arah barat melintasi Samudra Pasifik dari Amerika Selatan hingga Asia, melemah, dan akan menahan lebih banyak air hangat di tempatnya. Ini sangat mempengaruhi pola iklim di seluruh dunia, membuat Amerika Selatan lebih basah dan membawa kekeringan (dan terkadang kelaparan) ke wilayah seperti Australia, Indonesia, Cina Utara, dan Brasil Timur Laut.
Di AS, El Niño cenderung membuat wilayah utara lebih hangat dan kering dan wilayah selatan lebih basah. Karena menyebabkan air hangat menyebar lebih jauh dan tetap berada di dekat permukaan laut, hal itu juga memanaskan atmosfer di seluruh dunia.
Laporan WMO terbaru mencakup tahun 2023 hingga 2027. Dikatakan, ada 98% kemungkinan bahwa salah satu dari lima tahun ke depan akan menjadi tahun terpanas, melebihi rekor kenaikan suhu tahun 2016 sebesar 2,3 F (1,28 C).
Kemungkinan perubahan suhu yang lebih tinggi juga meningkat: probabilitas untuk menembus ambang suhu 1,5C mendekati nol pada 2015, naik menjadi 48% pada 2022, dan sekarang menjadi 66% hanya dalam setahun kemudian.
Curah hujan, sementara itu, diperkirakan akan menurun di seluruh Amerika Tengah, Australia, Indonesia, dan Amazon. Deforestasi, perubahan iklim, dan pembakaran telah menyebabkan hutan hujan raksasa kehilangan sebagian ketahanannya sejak tahun 2000-an, yang menimbulkan kekhawatiran di antara para ilmuwan bahwa ia mungkin melewati titik kritis yang dapat mengubahnya menjadi sabana. (*)