Optimisme ini menurun ke tingkat pelaksana misi. “Ketika sebuah negara Arab yang masih muda mampu mencapai Mars, maka segalanya menjadi mungkin,” demikian kata Omran Sharaf, Project Manager EMM yang juga Direktur Program MBRSC. Di 2015 lalu itu, mereka juga sudah memulai percakapan bilateral dengan Rusia, Perancis, Inggris dan Kazakstan serta Amerika Serikat untuk menyukseskan misi ini.
Menteri Kabinet UEA, Muhammad bin Abdullah al-Gergawi, dikutip dari Nature, mengungkapkan, misi ini menelan dana US$200 juta (Rp2,79 Triliun lebih dengan kurs Rp13.987/US$). Pembiayaannya termasuk pembangunan pesawat, operasi peluncuran dan darat. Biaya ini lebih tinggi dari misi India, Mangalyaan, yang menelan dana sekitar US$75 juta, tapi lebih rendah dari misi NASA, Mars Reconnaissance Orbiter, yang mencapai US$720 juta.
Tentang Mars, data dari misi ini diharapkan memelajari perubahan dinamis di atmosfer Mars sepanjang siklus harian dan musimannya. Instrumen khususnya akan memungkinkan para ilmuwan mengamati fenomena cuaca seperti awan dan badai debu, serta perubahan suhu, debu, es, dan gas termasuk uap air di seluruh lapisan atmosfer.
Warga UEA punya menyambut antusias keberhasilan misi ini. Misi ini sebenarnya ditargetkan tercapai pada peringatan setengah abad UEA pada Desember 2021. Namun, misi ini lebih cepat terealisasi dari target. Selain negara Arab pertama, keberhasilan misi ini juga membuat UEA sebagai negara Islam pertama yang mencapai Mars. (*)
