PENJUALAN properti di Indonesia pada 2018 lesu. Bank Indonesia mencatat total pra penjualan 10 developer terbesar di RI hingga Oktober 2018 hanya mencapai Rp27,68 triliun. Turun dari posisi tahun 2017 yang mencapi Rp42 triliun. Catatan tahun 2018 itu juga lebih rendah dari posisi tahun 2016 yang sebesar Rp 34,51 triliun.
Di antara penyebab utama adalah penurunan harga komoditas andalan RI seperti kelapa sawit hingga batubara sehingga kondisi ini mengakibatkan pendapatan industri di sektor terkait ikut tergerus. Dampaknya, penghasilan para pegawai di sektor tersebut juga ikut menyusut dan berakibat secara umum pada perekonomian nasional yang melambat.
Kepala Subbidang Primer Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Asep Nurwanda, seperti dilansir dari DetikFinance pada Kamis (24/1/2019), mengatakan, sejak tahun 2016 hingga 2018 pembelian di sektor properti mengalami penurunan. Kondisi tersebut tercermin dari turunnya pertumbuhan penjualan dan uang muka serta rendahnya nilai pra penjualan pada Tw III-2018.
“Real estate sejak 2016 memang melandai,” tutur Asep Nurwanda dalam diskusi bertajuk Property Outlook 2019 JS Lasuna Hotel, Jakarta, Kamis (24/1/2019).
“Kan harga komoditas jatuh, konsumen properti ‘kan bekerja di sektor itu ‘kan, ya dampaknya itu pasti ke sektor properti dan real estate, daya belinya kurang,” jelasnya.
Bukan hanya soal daya beli, Manager Departemen Makro Prudential Bank Indonesia, Bayu Adi Gunawan, dalam kesempatan yang sama mengatakan, faktor lain yang bikin industri properti lesu adalah rendahnya ketersediaan unit properti terutama yang menyasar segmen masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai pasar terbesar industri properti di Indonesia.
“Dari uang muka pertumbuhannya turun, dari nilai ketersediaan rumah juga stoknya menurun. Apakah ini wait and see untuk pilpres nanti, jadi developer besar ini cenderung mengurangi stok,” ujar Bayu. (*)
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.