Seorang lelaki membolak-balik buku-buku di perpustakaan, bertanya ke para cendekia dan penyair, demi menulis surat ke kekasihnya yang berada di seberang pulau. Lelaki itu menulis panjang lebar, berbuih-buih seperti busa samudra. Dia mengetik dengan jiwanya, menumpahkan kata dan kalimat yang dirasanya pas dan elok. Sekali tulis, dihapusnya. Tak pas. Dua kali begitu juga. Tiga, empat, lima, enam, tujuh, dan sampai ke tulisan yang kedelapan. Dia tertawa lebar. Setelah puas, dia lalu membubuhkan tanda tangannya. Bersepeda menuju kantor pos.
Lusa, surat itu pun sampai. Berlinang perempuan itu melihat nama pengirim surat itu. Dadanya berdegup, membuncah riang. Membawanya ke kamar, memeluk surat lelakinya itu hingga dia terlelap. Dia belum lagi membaca surat itu. Barangkali, dia tak perlu lagi isinya. (*)
Nirwansyah Putra
[indhie] – Laut Jawa