MEDAN | Muktamar XXIII Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) dibuka secara resmi oleh Presiden Joko Widodo. Presiden bersama Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Ketua Umum PP IPM Nashir Efendi dan Rektor Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Prof Dr Agussani MAP memukul alat musik tradisional Batak Toba, Taganing, sebagai tanda dibukanya Muktamar IPM di Gedung Serbaguna Medan pada Sabtu (19/8/2023).
Bagi sosok Dirut Bank Sumut Babay Parid Wazdi, perhelatan akbar Muktamar IPM itu menngingatkan kembali memorinya 35 tahun silam, saat merintis dan mulai terlibat sebagai aktivis IPM.
“Aku tergesa-gesa menarik sepeda kumalku dari parkiran, tanpa sengaja menyenggol sepeda motor bebek tua dan nyaris roboh. Melihat kejadian tersebut seorang satpam sekolah dengan mata tajam menatap wajahku. Ah, kenapa tuh satpam pake menghardik segala, wong cuma sepeda motor bebek tua, gumamku dalam hati,” kenang Babay seperti diucapakan kepada wartawan, Ahad (20/8/2023).
“Beberapa bulan kemudian terjawablah pertanyaaanku itu. Oh, itu sepeda motor Pak AR Fachruddin, Ketua PP Muhammadiyah. Bermula dari peristiwa itulah aku menjadi pengagum berat Pak AR,” kata Babay dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca saat cerita mengingat sosok yang menjadi inspirasinya, “Aku sering berdoa khusus untuk Pak AR.”
KH Abdur Rozaq (AR) Fachruddin adalah Ketua Umum PP Muhammadiyah yang menjabat dari 1968 sampai tahun 1990. Pak AR lahir di Pakualaman Yogyakarta 14 Februari 1916. Ayahnya bernama KH Fachruddin adalah seorang lurah naib atau penghulu di Puro Pakualaman yang diangkat oleh kakek Sri Paduka Paku Alam VIII dan berasal dari Kulonprogo. Sementara ibunya bernama Maimunah binti KH Idris, Pakualaman.
Ia belajar di sekolah-sekolah Muhammadiyah. Pada tahun 1923, untuk pertama kalinya AR Fachruddin bersekolah formal di Standard School Muhammadiyah Bausasran. Setelah ayahnya tidak lagi menjadi penghulu dan usaha dagang batiknya juga jatuh, maka ia pulang ke Bleberan.
Pada tahun 1925, ia pindah ke Sekolah Dasar Muhammadiyah Kotagede hingga tahun 1928 dan kemudian masuk ke Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta. Pada tahun 1934, ia dikirim untuk misi dakwah sebagai guru di sepuluh sekolah dan sebagai mubaligh di Talangbalai (sekarang Ogan Komering Ilir) Sumatera Selatan selama sepuluh tahun.
Dan ketika Jepang datang, dia Ia pindah ke Muara Meranjat, Sumsel hingga tahun 1944. Selama tahun itu, Fachruddin mengajar di sekolah Muhammadiyah, memimpin serta melatih Hizbul Wathan, kemudian Ia pulang ke kampung halaman. Ia kemudian masuk masuk BKR Hizbullah selama setahun. Sempat menjadi pamong desa di Galur selama setahun. Pada tahun 1950, ia pindah ke Kauman dan belajar kepada tokoh-tokoh awal Muhammadiyah seperti Ki Bagus Hadikusumo, Basyir Mahfudz, Badilah Zuber, dan Ahmad Badawi.
Pengabdiannya bukan saja di lingkungan Muhammadiyah, tetapi juga di pemerintahan dan perguruan tinggi. Dia pernah menjabat sebagai kepala Kantor Urusan Agama, Wates (1947). Tidak lama di jabatannya itu, dia ikut bergerilya melawan Belanda.
Sedangkan di Muhammadiyah, dimulai sebagai pimpinan Pemuda Muhammadiyah (1938-1941). Ia menjadi pimpinan mulai di tingkat ranting, cabang, wilayah, hingga sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Setelah dirawat di RS Islam Jakarta, Fachruddin tutup usia pada 17 Maret 1995, meninggalkan 7 putra dan putri. (*)
Laporan: Dhabit Siregar