JAKARTA | Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya memutuskan menolak gugatan terkait sistem pemilu proporsional tertutup. Putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut dibacakan pada Kamis (15/6/2023). Dengan demikian, pemilu tahun depan akan tetap digelar dengan sistem proporsional terbuka.
Untuk diketahui, MK menyidangkan kasus judicial review terhadap sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yaitu Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), dan Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu.
Pemohon uji materi adalah Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi; Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok) dengan pengacara dari kantor hukum Din Law Group.
Para pemohon menggugat pasal yang mengatur pemungutan suara dilakukan proporsional terbuka atau sistem coblos calon anggota legislatif (caleg) sehingga sistem coblos partai atau proporsional tertutup dapat diterapkan di Pemilu.
Namun, MK tidak mengabulkan permohonan tersebut. “Dalam Pokok Permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Kasus ini sebelumnya mulai disidangkan pada 23 November 2023 lalu. MK telah menggelar 16 kali persidangan sejak pemeriksaan pendahuluan hingga pemeriksaan persidangan. Putusan MK sendiri telah ditunggu-tunggu oleh parpol dan bacaleg yang nama-namanya sudah didaftarkan ke KPU, KPU Provinsi dan Kab/kota. Sebelumnya, parpol-parpol, minus PDIP, sudah menyatakan sikapnya untuk menolak sistem proporsional tertutup. (*)
Laporan: Harma Sinaga