SELAMA musim kawin tiba, jangkrik jantan menggunakan taktik tertentu, dalam mencari pasangannya: jangkrik betina. Para peneliti di University of Bristol menyebut, pejantan akan menunjukkan dirinya dengan membuat suara keras seperti nyanyian. Hal itu mereka lakukan saat malam hari, dan berulang-ulang.
Kemudian, jangkrik jantan menggosok sayap mereka secara bersama-sama, mengaturnya menjadi getaran resonansi, hingga menciptakan suara keras dan intens, yang memungkinkan jangkrik betina untuk menemukannya. Sementara jangkrik betina menggunakan suara ini, untuk menentukan jantan mana yang paling diinginkannya.
Jangkrik betina diketahui cenderung lebih menyukai jantan yang berukuran besar. Peneliti menduga, itu dikarenakan jantan besar lebih baik dalam menemukan dan menggunakan sumber daya. Oleh karenanya, ukuran mereka mencerminkan gen yang menguntungkan bagi keturannya nanti.
Pejantan yang berukuran lebih besar biasanya membuat suara bernada rendah, sedangkan yang lebih kecil memiliki suara lebih tinggi. Dengan demikian, calon pasangan hanya perlu mendengarkan untuk mengetahui ukuran si jantan.
Uniknya, spesies seperti jangkrik pohon mengubah nada suara mereka sesuai dengan suhu. Misalnya saja spesies Oecanthus henryi ‘bernyanyi’ dengan nada yang melengking hingga 3,6 kHz saat suhu 27 derajat Celsius. Lalu mengeluarkan suara bass yang dalam dengan frekuensi sebesar 2,3 kHz saat suhu 18 derjat Celsius. Belum diketahui bagaimana jangkrik-jangkrik ini melakukannya.
Dalam sebuah studi kolaboratif, para ilmuwan dari University of Bristol dan Indian Institute of Science mulai menyelidiki biomekanik yang aneh ini. Mereka menggunakan teknik yang disebut microscanning laser Doppler vibrometri, untuk menangkap getaran kecil. Teknik ini sangat sensitif sehingga dapat mendeteksi gerakan yang lebih kecil dari panjang ikatan atom. “Saat sayap bergerak dari pendek ke panjang, mode getaran yang berbeda mulai mendekat dalam frekuensi dan amplitudo dan mulai bergabung satu sama lain,” ungkap penulis utama studi, Dr Natasha Mhatre di Science Daily, 30 April 2012 lampau.
Lantaran jangkrik berdarah dingin, dia berkata, aktivitasnya sangat dipengaruhi oleh suhu. Maka, ketika suhu naik jangkrik pohon lebih energik dan berbunyi dengan lebih cepat serta menggunakan mode frekuensi yang lebih tinggi. Artinya, ukuran mereka tidak lagi terkait dengan frekuensi suara, tetapi seberapa cepat jangkrik pohon dapat menggerakkan sayapnya.
Peneliti memperkirakan, cara unik jangkrik ini dipakai untuk menyamarkan ukuran aslinya. Akan tetapi, studi lebih lanjut diperlukan untuk membuktikan apakah jangkrik pohon masih melakukannya hingga sekarang. Suara jangkrik memicu datangnya lalat parasit.
Sayangnya, suara jangkrik bukan hanya memikat betina, tetapi terkadang dapat memancing bahaya bagi mereka. Sebab, suara ini menarik perhatian lalat parasit yang menyerang jangkrik dengan larva. Live Science pada Senin (18/12/2006), menulis, parasit bernama Ormia ochracea itu, akan masuk ke tubuh inangnya lalu setelah sepekan atau lebih, mereka akan memakan organ, merobek, dan membunuh jangkrik untuk keluar dari larva. Faktanya, kondisi tersebut telah menyebabkan sayap satu spesies jangkrik di Hawaii, berevolusi hingga hewan ini tidak dapat menghasilkan suara kawin seperti sebelumnya.
Para ahli mengatakan, bahaya yang ditimbulkan oleh parasit dapat mengubah kehidupan seksual jangkrik secara drastis. Selain itu, parsit juga mengubah cara jantan mengeluarkan suara selama musim kawin, begitu pula respons dari betina ketika mengetahui keberadaannya.
Dalam percobaan dengan jangkrik liar asli Florida Utara, para peneliti menangkap pejantan dan menempatkannya dalam wadah di lapangan. Mereka merekam aktivitas jangkrik selama musim semi dan musim gugur. Hasilnya menunjukkan, pejantan bebas bernyanyi di padang rumput selama kedua musim. Di Florida Utara, lalat parasit hanya ada di musim gugur. Berkaitan dengan itu, para peneliti menuturkan, jangkrik tampaknya lebih banyak mengeluarkan suara dan bernyanyi selama musim semi.
Eksperimen dengan jangkrik betina yang ditangkap selama musim semi atau musim gugur dengan memutar rekaman suara jangkrik jantan juga mengungkapkan temuan serupa. “Betina (pada) musim semi sangat bersemangat. Begitu mereka mendengar nyanyian jantan, mereka bergegas ke arah suara,” kata ahli perilaku hewan di University of Florida di Gainesville, Jane Brockmann. (*)