Melihat Sisi Lain Keindahan Indonesia Bersama Kampus Merdeka – indhie.com

Melihat Sisi Lain Keindahan Indonesia Bersama Kampus Merdeka

Oleh: Muhammad Rionaldo
Muhammad Rionaldo. [foto: dok muhammad rionaldo]


Muhammad Rionaldo

Mahasiswa Kesejahteraan Sosial FISIP UMSU, Peserta MBKM Program Pertukaran Mahasiswa


 

NAMA saya Muhammad Rionaldo biasa disapa dengan panggilan Aldo ataupun Rio. Saat ini saya duduk dibangku perkuliahan di salah satu universitas ternama di Sumatera Utara yaitu Universitas Muhammadiyah Sumatera Utaran di Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik progam studi Kesejahteraan Sosial. Di sini saya akan sedikit bercerita pengalaman saya selama menjalani program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang diselenggakan oleh kampus merdeka.

Ketika program ini dibuka untuk pertama kalinya oleh kampus merdeka pada saat itu saya masih berada di semester 2. Namun salah satu syarat pendafataran program pertukaran mahasiswa merdeka ini sendiri hanya diperbolekan semester 3 untuk mendaftar. Namun ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa semester 2 sudah boleh mendaftar dikarenakan program akan dijalankan semester 3. Dengan begitu banyak berita simpang siur akhirnya saya memutuskan untuk mendaftar.

Setelah beberapa minggu setelah pendafataran saya dinyatakan lulus dalam program pertukaran mahasiswa. Saat itu saya merasa senang sekali karena bisa mengikuti program ini. Ketika saya lihat di web kampus merdeka saya dinyatakan lulus di Universitas Islam Makassar. Tidak banyak informasi yang saya dapatkan tentang kampus ini. Itu membuat saya kecewa karena tidak memiliki gambaran kampus dan saya juga berharap ditempatkan di salah satu universitas Pulau Jawa.

Pada tanggal 25 November 2021 setelah perjalanan ke Sulawesi Selatan tertunda dikarenakan covid-19 akhirnya saya menginjakkan tanah Sulawesi Selatan untuk pertama kalinya. Setelah sampai di bandara Hassanudin, kami semua peserta pertukaran mahawasiswa merdeka jemput oleh pihak kampus dan kami diajak makan oleh pihak kampus. Pada saat kami makan saya ingat waktu itu saya makan daging ikan disantan dan digoreng tepung. Awalnya saya makan ikan goreng tepung dan hal itu masih biasa saja dan cocok di lidah saya. Ketika saya ambil ikan santan dan kuahnya pas saya kali makan, rasanya asam dan saya kira ini mungkin salah bumbu atau lainnya. Lalu saya juga mencoba sambal Makassar, biasa orang makassar menyebutnya Lombok. Pada saat saya coba, saya juga terkejut rasanya asam. Saya kira juga ini salah bumbu dan setelah beberapa hari di sana, ternyata itu adalah salah satu ciri khas makanan Makassar.



Dalam program pertukaran mahasiswa merdeka ini ada mata kuliah bernama Modul Nusantara yang di mana mata kuliah dikhususkan untuk kami dapat melihat tempat tempat bersejarah da tempat terkenal di Makassar. Dalam modul ini kami diajak ke Benteng Rotterdam, Klenteng Xiang Ma, Musium Balla Lompoa, Tanah Toraja, Pantai bira, dan melihat suku pedalaman Kadjang dan masih banyak lagi. Dari sekian banyak perjalanan yang paling berkesan menurut saya adalah perjalanan ke Tanah Toraja.

Monumen Bj Habibie. [foto: dok muhammad rionaldo]
Patung Yesus Memberkati Tanah Toraja. [foto: dok muhammad rionaldo]
Perjalanan dari makassar ke Tanah Toraja membutuhkan waktu 12 jam di mana saat perjalanan selama 12 jam kami menghabiskan waktu di mobil bercerita dan bernyanyi untuk menghibur satu sama lain. Saat sampai lokasi saat itu waktu sudah menunjukan pukul 12.00 Malam kami hanya bisa langsung tertidur. Jadi pada kegiatan Modul Nusantara kali ini kami ada beberapa trip di Tanah Toraja. Untuk yang pertama saat perjalanan ke tanah Toraja, kami singgah ke Monumen Habibie dan Ainun. Di situ kami hanya singgah untuk berfoto lalu kami lanjut perjalanan. Untuk trip ke 2 kami pergi Patung Yesus Meberkati Toraja. Patung Yesus ini mencapai ketinggian 40 Meter dan meruapakan patung Yesus tertinggi di dunia. Saya tidak menyangka dapat kesepatan melihat patung ini secara langsung. Lalu dilanjut trip ke 3 kami pergi ke Kate Kesu untuk membeli beberapa oleh oleh di sana. Lanjut trip ke 4, kami mengunjungi Goa Londa. Goa Londa ini merupakan tempat penyimpanan jenazah yang khusus bagi keturunan leluhur Toraja. Jadi selama di Goa kami melihat langsung peti mati dan tengkorak-tengkorak yang di simpan disana. Dan trip ke 5, kami bergi ke negeri di atas awan dan saat sampai di sana saya terharu dengan pemandangan yang bagus sekali kali dan membuat saya ga nyangka bisa keliling Sulawesi Selatan. Dan trip terakhir kami ke Bukit Nona. Bukit Nona ini megingatkan saya terhadap Penatapan di Brastagi karena hampi sama persis, hanya saja pemandangannya berbeda.

Sekian dari cerita saya saya sangat senang sekali dapat mengkuti program ini. Saya ga nyangka untuk pertama kalinya saya bisa naik pesawat dan keliling Sulawesi Selatan. Saya juga ga nyangka bisa ketemu banyak orang dari berbagai pulau. Terima kasih Kampus Merdeka, Terima Kasih Universitas Islam Makassar. Saya tidak kecewa dan merasa ingin ke sana lagi jika diberi kesempatan di lain waktu. (*)