Nirwansyah Putra
~ indhie
INDONESIA itu identik dengan Islam. Sebagai negara yang berpenduduk Islam terbesar di dunia, hal itu menambah signifikansi politik Indonesia, selain posisi geografis yang demikian strategisnya. Melihat Islam di kawasan Asia Pasifik adalah melihat wajah Indonesia.
Dengan segala hormat, Islam Asia Pasifik bukanlah Malaysia, Thailand ataupun di Filipina. Tidak. Walau Malaysia dan Brunei Darussalam adalah dua negara di Asia Tenggara yang berbentuk Negara Islam, namun, posisi mereka tidaklah sekuat Indonesia dalam wajah Islam dunia. Dinamika Islam di Malaysia dan Brunei demikian berbeda. Islam di sana digambarkan sudah maju dan modern, namun hal itu tidak menjadi alas generalisasi terhadap wajah Islam di Asia Tenggara. Sebaliknya, pejuang Moro di Filipina dan gerakan Islam di Thailand, digambarkan begitu keras dan radikal oleh media-media barat, namun hal itu juga tidak menjadi pijakan media-media barat itu menggambarkan wajah Islam di Asia Pasifik.
Bandulnya tergantung di Indonesia. Bila bopeng, maka wajah Islam juga akan tercoreng. Dan bila ia syahdu dan maju, maka demikian juga pulalah wajah Islam.
Hal ini berlainan dengan wajah Islam di kawasan Timur Tengah, Afrika, Teluk Parsi, dan Asia Barat. Di kawasan itu, wajah-wajah Islam begitu beragam alias heterogen. Walau Makkah al-Mukarramah ada di Arab Saudi, tidak membuat wajah negara kerajaan ini sebagai wajah Islam “dunia”. Mesir, Afghanistan, Turki, Iran, Pakistan, sebagian India adalah pembanding yang mempunyai bingkai nan berbeda. Namun pengaruh di kawasan Timur Tengah, Afrika, Teluk Parsi dan Asia Barat itu, merupakan “kompetitor” utama bagi Indonesia dalam memperlihatkan wajah Islam di dunia internasional.
Saat ini, wajah Islam secara umum digambarkan dengan panas karena kawasan-kawasan tersebut terus terlibat konflik yang tidak menguntungkan bagi Islam dunia. Indonesia dalam hal ini menjadi penyeimbang bagi diskursus internasional mengenai Islam. Terutama karena kondisi Islam Asia Tenggara ini kondisinya sangat berlainan dengan kawasan lain yang sudah disebutkan. Wajah yang, Alhamdulillah, juga ditunjukkan oleh negara-negara Islam di Asia Tengah dan Eropa Timur.
Dalam bingkai itu, adanya gerakan terorisme internasional dan “kekerasan agama” yang terjadi di Indonesia, salah satunya dapat dipahami sebagai langkah untuk “mempersamakan“ wajah Islam Indonesia dengan wajah Islam yang “keras”. Bila proyek ini berhasil, maka generalisasi bahwa wajah Islam yang keras, radikal dan dengan demikian menakutkan, akan mendapatkan justifikasinya dan yang tersisa kemudian adalah “serpihan-serpihan” Islam.
Umat, dan terutama intelektual dan cendekiawan muslim, semestinya waspada terhadap proyek ini dan harusnya sangat hati-hati dalam menggunakan terminologi-terminologi yang sering digunakan media dan statemen dari dunia barat seperti “terorisme”, “fundamentalisme”, “toleransi”, “radikalisme”, “multikulturalisme”, dan lain-lain.
Bila tidak hati-hati dan awas, maka jangan-jangan penjajahan baru telah terjadi tanpa disadari: dia menjajah akal pikiran Anda, karunia terbesar dari Tuhan Penguasa Alam Semesta. (*)
2 thoughts on “Wajah, Dijajah”