MEDAN | Tokoh Pemuda Kota Medan, Rahmat Fauzan, mengutuk keras, kekerasan terhadap mahasiswa yang dilakukan oleh aparat kepolisian saat mengamankan aksi unjuk rasa menolak RUU KUHP.
Menurutnya, kekerasan itu tidak dapat di toleransi meskipun pemerintah mengatakan akan memberi sanksi kepada oknum polisi pelaku kekerasan. Namun ditinjau dari kerugian moral berbangsa dan korban manusia, hal itu terkesan hanya untuk mempertahankan pendapat pemerintah saja.
“Kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ketika mengamankan aksi unjuk rasa tidak dapat ditoleransi meskipun Jokowi telah mengatakan akan memberikan sanksi terhadap oknum polisi brutal, tetapi itu hanya sebatas apologi saja alias ngeles,” katanya, Jumat ( 27/9/2019).
Ibarat kata pepatah lama, sambungnya, nasi sudah menjadi bubur, darah yang tertumpah tak bisa dipungut lagi dan moralitas bangsa yang ternoda tak bisa dipupus dengan mudah.
Tokoh pemuda yang sangat dekat ulama ini menambahkan lebih jauh, dari kejadian-kejadian yang jamak itu sungguh tak mudah memupus kesan bahwa kekerasan terhadap aksi mahasiswa yang menuntut pembatalan RUU KUHP adalah cerminan dari sikap presiden sendiri.
Dalam menghadapi demonstrasi, Jokowi adalah pemimpin yang inkonsisten. Tahun 2016 viral video yang menunjukkan Jokowi rindu didemo, karena menurutnya waktu itu pemerintah memang harus diawasi. Tetapi mengapa untuk menghadapi mahasiswa ia tak menunjukkan sikap kebapakan dan demokrasi. “Demonstrasi di dalam negara demokrasi adalah mekanisme sehat untuk kebaikan bersama. Tidak ada hukum dan UU apapun yang melarang perbedaan pendapat dalam negara demokrasi. Apalagi mahasiswa yang melakukan demonstrasi itu sesungguhnya sudah cukup sabar sekian lama memberi waktu dan kesempatan yang luas kepada Jokowi untuk menjalankan tugasnya sebagai Presiden tanpa diributi oleh mahasiswa, “ tegasnya.
Rahmat berharap, belajar dari catatan kelam tahun 1998 mahasiswa yang diperkirakan semakin memuncak ke depan, akan dihadapi dengan cara-cara kekerasan yang akan memakan lebih banyaknya lagi korban. “Saya sangat khawatir, negeri ini belum melupakan peristiwa di Papua yang mempertontonkan lemahnya kemampuan serta tindakan yang tidak terukur dari pihak keamanan sebagai pengayom. Karena itu saya menilai sebaiknya Komisi HAM PBB melakukan investigasi di Indonesia sambil menegur keras Jokowi agar menghentikan kekerasan kepada mahasiswa, “ tandasnya. (*)
laporan: Roni Jambak