Haji, Rute Pertemuan Dunia

Artikel ini menceritakan rute-rute perjalanan haji dari seluruh dunia terutama kawasan muslim. Beberapa rute haji lama telah dimasukkan United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan sejarah yang telah menjadi penghubung dunia internasional sejak dulu dan hingga kini.  Tulisan dibagi pada tiga yaitu "Haji, Rute Pertemuan Dunia"; "Pajak Haji, Perdagangan Hingga Perampokan"; dan "Perjalanan dan Militansi Haji dari Indonesia". Selamat menikmati.
Suasana di Ka'bah pada 7 September 1954. (foto: AP/dawn.com)

KISAH Haji tidaklah sesederhana ibadah individual semata. Sejarah mewartakan, pertukaran yang terjadi dalam perjalanan menuju dan dari tanah suci Makkah-Madinah tidak hanya sekedar mengantarkan diri untuk memenuhi panggilan Allah, melainkan juga sebuah pertemuan dunia. Di sana terjadi pertukaran barang dagangan, ide dan orientasi intelektual, mobilisasi penduduk, akulturasi budaya, koneksivitas sosial politik dan daerah kekuasaan serta banyak lagi. Mobilisasi haji sejak zaman Rasulullah ternyata menjadi penunjang utama kemajuan muslim dunia dalam berbagai bidang: bahasa, matematika, optik, astronomi, transportasi, geografi, pendidikan, perobatan, keuangan, kebudayaan hingga politik.

Darb Zubayda
Setelah Rasulullah Muhammad wafat, beberapa orang muslim menyatakan murtad. Tidak hanya murtad, kelompok ini juga membangun kekuatan militer. Mereka membangun basis militer di jalur Semaira dan Al-Rabatha (200 km arah timur laut Madinah). Rabatha merupakan jalur menuju Kufah, Irak. Panglima perang muslim yang terkenal dengan ekspansinya, Khalid ibn Walid, memergunakan rute ini dan lalu melewati jalur Fayd (sebuah tempat di dekat Jabal Shammar di bagian tengah Arab Saudi) dan Al-Tha’labiyah.

Sekitar tahun 634, Khalid tercatat kembali dari Irak untuk melaksanakan haji menggunakan jalur yang disebut That Erq dengan memakan waktu 2 minggu perjalanan. Rute ini diketahui merupakan rute tersingkat waktu itu. Khalid dan pasukannya memang tidak hanya berhasil menaklukkan Irak, melainkan juga Damaskus, Syria dan Persia.

Peta rute Darb Zubaida. (foto: britishmuseum.org)

Selama era Umar ibn Al-Khattab, jalur Basra dan Kufah didirikan dan dihubungkan dengan jalur darat yang aman. Abu Musa al-Asy’ari yang memerintah Basra pada 638 , lalu memerintahkan penggalian sumur di titik-titik tertentu sepanjang jalan dari Basra ke Makkah.



Selanjutnya, selama pemerintahan Usman ibn Affan, sumur-sumut lain digali di daerah Fayd. Lalu, selama Abdullah bin Amr memerintah Basra, dia mendirikan pos stasiun Al-Nbaj, Qariyatain dan Bustan Bani Amr.

Dinasti Umayyah berusaha keras untuk memperbaiki jalur antara negara-negara Islam yang waktu itu sudah membentang sangat luas. Misalnya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan memerintahkan pendirian stasiun Al-Tha’labiyah, jalur antara Yaman dan Madinah.

Selama abad pertengahan (abad ke-7 hingga 15 yang diukur setelah Islam diproklamirkan), jamaah haji masuk dari tiga pintu utama yaitu Syria, Mesir, dan Irak. Para penguasa Muslim di sepanjang jalur itu memang diberi tanggung jawab atas pelaksanaan haji dan memberikan perlindungan untuk mengorganisir kafilah.

Di masa Dinasti Abbasiyah, sekitar tahun 780, Khalifah al-Mahdi, ayah Khalifah Harun al-Rashid telah merintis jalan sepanjang 900 mil (kurang lebih 1.500 km) yang membentang dari Irak ke Makkah dan Madinah. Jalur ini kemudian dikenal dengan nama Darb Zubayda (Jalur Zubayda) yang sebelumnya bernama Darb al-Heerah. Nama ini diambil dari nama istri Khalifah Harun Al-Rashid, Zubayda bint Ja`far ibn Mansur. Namun tidak hanya sekedar nama. Zubayda memerintahkan untuk membangun sumur, waduk, kolam-kolam air hingga tempat makan yang menyediakan air bagi para jamaah haji. Zubayda juga membangun pos bangunan titik istirahat atau rest area dalam bahasa sekarang, yang terdiri dari 27 pos besar dan 27 pos kecil. Di antara yang terkenal yaitu pos Al-Sheihiyat, Al-Jumaima, Faid, Rabadha, That-Erq dan Khuraba. Memang, ibukota Dinasti Abbasiyah waktu itu berada di Baghdad, Irak. Rute inilah yang kemudian menjadi rute utama yang kini hendak dilestarikan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan dunia.

Namun, catatan mengenai perjalanan haji di masa itu belumlah terinci. Catatan perjalanan menuju Makkah yang lebih terperinci baru terlihat dalam tulisan Nasir Khusraw (1004 – 1088), Ibn Jubayr Ibn Jubayr (1145-1217), dan Ibn Battuta (1304 –1368).

Misalnya Nasir Khusraw yang berhaji pada tahun 1050. Safarnama (The Book of Travels) adalah karya Nasir Khusraw yang paling terkenal. Dia mengunjungi puluhan kota sekitar tujuh tahun (6 Maret 1046-23 Oktober 1052) dan menulis secara komprehensif tentang mereka, termasuk rincian tentang perguruan tinggi, masjid, ilmuwan, raja, masyarakat umum, penduduk, wilayah kota-kota dan kenangan-kenangannya.

Lalu diikuti oleh Ibn Jubayr yang memulai perjalanan pertamanya dari Granada, Andalusia, Spanyol pada 1183.  Jubayr merupakan penduduk asli Granada. Dia pergi ke Makkah melewati jalur Baghdad, Irak via Darb Zubayda. Dia pun melukiskan apa yang sudah dibangun oleh Zubayda sepanjang jalur Darb Zubayda. “Para peziarah menuangkan air yang mereka minum dan mengambil air yang baik ini, bersukacita karena kelimpahannya. Orang-orang bersukacita saat berenang dan mandi di dalamnya dan mencuci pakaian mereka. Itu adalah hari istirahat bagi mereka, sebuah anugerah yang dianugerahkan Allah,” tulisnya.

Cari di INDHIE

5 Trackbacks / Pingbacks

  1. Perjalanan dan Militansi Haji dari Indonesia – indhie
  2. Pajak Haji, Perdagangan Hingga Perampokan – indhie
  3. Perjalanan dan Militansi Haji dari Indonesia – indhie
  4. Pajak Haji, Perdagangan Hingga Perampokan – indhie
  5. Perjalanan dan Militansi Haji dari Indonesia – indhie

Leave a Reply to Pajak Haji, Perdagangan Hingga Perampokan – indhie Cancel reply